Oleh sebab kesibukan adalah bagian dari fitrah manusia, maka ia adalah suatu keniscayaan yang melekat pada setiap orang. Kesibukan merupakan pertanda kehidupan itu sendiri. Oleh sebab itu semua orang, pada hakikatnya, akan sibuk. ”Sungguh, bangun malam itu lebih kuat [mengisi jiwa] dan [bacaan] di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya pada siang hari engkau sangat sibuk dengan urusan-urusan yang panjang” (Al Muzammil 6-7).
Persoalannya, mengapa dan untuk apa manusia sibuk? Apa standar penilaiannya sehingga seseorang dapat dikatakan sibuk? Para ahli menjawab, relatif, tergantung nilai yang menjadi pijakan kesibukannya. Akan tetapi, secara ekstrem, manusia, dalam kaitan kesibukannya, dapat dipetakan menjadi dua golongan besar. Dua kelompok manusia ini selalu menghiasai perjalanan sejarahnya.
Pertama, golongan yang sibuk untuk urusan dunianya tanpa memiliki antusiasme kepada kehidupan akhiratnya. Mereka adalah orang-orang yang salah satu cirinyaa enggan menyibukkan dirinya dalam perjuangan di jalan Allah. Padahal, perjuangan itu dapat mengantarkan mereka ke kehidupan akhirat yang baik. Akibatnya visi ukhrawinya terenggut oleh keterpesonaan kepada gemerlap duniawi. Pada hakikatnya mereka termasuk orang-orang yang jiwanya telah terkalahkan oleh kesibukan duniawi. “Orang-orang Badwi yang tertinggal (tidak turut ke Hudaibiyah) akan mengatakan: "Harta dan keluarga kami telah menyibukkan kami (hingga menghalangi kami ikut berjuang), Maka mohonkanlah ampunan untuk kami"; mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya. Katakanlah, "Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah jika Dia menghendaki kemudharatan bagimu atau jika Dia menghendaki manfaat bagimu. sebenarnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS, al-Fath [48]: 11).
Sesungguhnya keengganan berjuang di jalan Allah merupakan sikap ironi yang digejalakan dalam prilaku. Sebab keengganan berjihad di jalan-Nya sama artinya dengan keengganan terhadap karunia yang telah disediakan Allah Swt untuk kehidupan di akhirat nanti. Sedangkan semua manusia tengah menuju ke sana, akan meninggalkan dunia yang mereka sibuk di dalamnya. Oleh karena itu pertanyaan Allah berikut patut jadi renungan kita semua, “Hai orang-orang beriman apa sih sebabnya, apabila dikatakan kepada kamu: “Berangkatlah untuk berperang pada jalan Allah kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu?. Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini dibandingkan dengan kehidupan di akhirat hanyalah sedikit.” (QS. At Taubah:38).
Pada hakikatnya, mereka yang enggan berjihad di jalan Allah itu adalah orang-orang yang tak mampu melepas bayang-bayang pesona duniawi. Ketidakberdayaan itu menyebabkan diri mereka terjebak dalam panjang angan-angan, takut mati atau berpisah dengan yang mereka cintai, baik berupa keluarga dan harta, anak, dan kerabat, kedudukan dan jabatan yang tinggi, atau istana yang megah. Akibatnya, meskipun mereka diajak untuk meningkatkan martabat kemanusiaannya ke jenjang yang lebih tinggi, mereka selalu menolaknya. Sebaliknya mereka merasa betah berada dalam lumpur kehinaan serta menenggelamkan diri dan kemuliaannya ke dalam lumpur. “Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi Dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir” (QS, al-A’raf [7]: 176).
Untuk itu seorang penyair menggoreskan tulisannya, mengingatkan manusia agar tidak terjebak dalam angan-angan duniawi."Wahai orang yang disibukkan dengan dunianya! Angan-angan panjangnya sungguh mempecundanginya. Apakah ia tetap dalam kelalaian. Padahal ajal semakin merapat. Ingat, kematian bisa datang mendadak. Dan kuburan itu adalah kotak amal. Sabarlah atas kedahsyatan Barzakh. Tiada kematian selain dengan ajal."
Kamis, 30 Desember 2010
Label:Renungan
0 komentar:
Posting Komentar