PERLUKAH BANK SYARIAH DALAM NEGARA KHILAFAH?

Oleh KH. M. Shiddiq Al-Jawi

Pendahuluan

Tulisan ini bertujuan untuk menganalisis, perlukah bank-bank syariah seperti sekarang ini dalam negara Khilafah nanti? 

Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu kiranya dibahas lebih dulu 2 (dua) hal penting sebagai dasar jawabannya. Pertama, kritik terhadap bank syariah saat ini, baik kritik yang bersifat umum maupun terperinci. Kritik ini perlu, agar bank syariah dapat dipahami secara utuh. Yakni di samping ada manfaatnya yang positif, bank syariah ternyata juga tak luput dari penyimpangan-penyimpangan syariah (mukhalafat syariyah). Adanya berbagai penyimpangan ini akan menjadi bahan pertimbangan, apakah bank syariah diperlukan atau tidak.

Kedua,penjelasan mengenai apa saja yang menjadi aktivitas bank konvensional dan syariah. Penjelasan ini penting untuk mengetahui apakah aktivitas-aktivitas bank syariah saat ini memang mutlak harus dilakukan dalam bentuk bank syariah, ataukah dapat dijalankan dalam bentuk lain.

Kritik Terhadap Bank Syariah

Biasanya bank syariah dibangga-banggakan sebagai wujud ekonomi Islami yang bebas riba dan menjadi alternatif dari bank konvensional yang ribawi. Berbagai manfaat dan kinerjanya juga sering ditonjolkan. Tentu, manfaat dan kinerja yang baik dari bank syariah tak perlu kita ingkari dan bahkan harus diapresiasi.
Namun tak boleh dilupakan, standar untuk menilai bank syariah sebenarnya bukan pada aspek manfaat atau kinerjanya, melainkan sejauh mana bank syariah berpegang teguh dengan syariah Islam. (Asy-Syarawi, Al-Masharif Al-Islamiyah, hal.516).

Berdasarkan standar syariah Islam ini, Ayid Fadhl Asy-Syarawi dalam kitabnya Al-Masharif Al-Islamiyah (2007) telah memberikan kritik umum dan rinci terhadap bank-bank syariah yang ada sekarang. 

Kritik secara umum, menyoroti lingkungan di mana bank syariah tumbuh dan berkembang. Tak dapat diingkari, bank syariah tumbuh dan berkembang dalam habitat yang abnormal. Yaitu dalam sistem ekonomi kapitalistik-sekular yang anti syariah, yang ditanamkan oleh kafir penjajah di Dunia Islam. Kafir penjajah awalnya menanam bank konvensional saat mereka menjajah. Ketika kemerdekaan diproklamirkan, sayangnya bank konvensional ini hanya dinasionalisasikan, tapi tidak diislamisasikan secara total.
Artinya, sistem ekonomi yang ada tetap kapitalistik seperti yang dibuat oleh kafir penjajah. Dalam perkembangan berikutnya, barulah muncul ide untuk menghindarkan diri dari riba bank konvensional, dengan mendirikan bank syariah. (Syarawi, 2007:540-552).

Karena tumbuh dalam lingkungan kapitalis seperti itulah, banyak terjadi kontradiksi (tanaqudh) antara bank syariah dengan sistem kapitalis yang menjadi tempat hidupnya. Contohnya, dalam bank syariah berlaku prinsip bagi hasil dan bagi rugi (profit and loss sharing) dalam akad mudharabah, sesuai kaidah fikih Al-ghurmu bi al-ghunmi (resiko kerugian diimbangi hak mendapatkan keuntungan). Sementara dalam sistem kapitalis, khususnya dalam dunia perbankan, tidak dikenal istilah bagi rugi. Dalam UU Perbankan Amerika Serikat, misalnya, ada ketentuan walaupun bank mengalami kerugian, bank harus mengembalikan simpanan nasabah secara utuh tanpa boleh dikurangi. (Syarawi, 2007:538).

Tak hanya dalam mudharabah, kontradiksi seperti itu juga terwujud dalam banyak hal, misalnya sistem akuntansi, aturan perpajakan, aturan badan hukum, serta aturan perdagangan baik dalam negeri maupun luar negeri. 

Berbagai kontradiksi ini, cepat atau lambat akan menimbulkan penyimpangan demi penyimpangan yang akan makin bertumpuk-tumpuk. Kondisi ini akan membuat umat Islam hidup dalam kebingungan dan kebimbangan. Karena pilihannya hanya dua : bank konvensional yang menjalankan riba, atau bank syariah yang penuh dengan penyimpangan. 

Adapun kritik secara rinci untuk bank syariah, antara lain sebagai berikut :

Pertama,terlibat dalam muamalah ribawi. Tak sedikit bank-bank syariah di Timur Tengah yang menginvestasikan dananya di bank konvensional yang memberikan bunga di negara-negara Barat.
Kedua,terlibat dalam asuransi (ta`min). Padahal asuransi hukumnya haram.

Ketiga,tidak pernah mengumumkan adanya kerugian. Ini suatu keanehan yang mengindikasikan penyimpangan. Karena meski dalam akad mudharabah diteorikan bank syariah bisa rugi, tapi dalam praktiknya tak pernah satu kali pun ada bank syariah mengumumkan dirinya rugi.

Keempat,lemahnya pengawasan manajemen dan syariah. Ini mengakibatkan banyak akad-akad bank syariah tidak sesuai dengan ketentuan syariah yang digariskan.

Kelima,dominannya aktivitas pedagangan melalui akad murabahah. Ini akan berimplikasi buruk, yaitu dominasi bank syariah yang akan mengendalikan penentuan harga dan laba untuk berbagai komoditi. Pada saat yang sama, ini juga menunjukkan lemahnya perhatian bank syariah pada sektor pertanian dan industri.

Keenam, kurangnya SDM yang cakap untuk mengelola keuangan syariah. Akibatnya, bank syariah mengambil pegawainya dari bank konvensional yang masih mempunyai pola pikir dan budaya kerja bank konvensional. (Syarawi, 2007:510-514).

Dengan adanya kritik-kritik terhadap bank syariah di atas, dapat disimpulkan bank syariah penuh dengan hal-hal yang meragukan (syubhat), karena terjadi berbagai penyimpangan syariah (mukhalafat syariyah) dalam banyak aspeknya. (Syarawi, 2007:554). 

Aktivitas Bank Konvensional dan Bank Syariah

Bank konvensional adalah institusi kapitalis yang ditanamkan oleh kafir penjajah di Dunia Islam. Secara garis besar bank konvensional besar mempunyai 2 (dua) aktivitas. Pertama, aktivitas ribawi. Misalnya, memberi kredit dengan menarik bunga, menerima simpanan dengan memberi bunga, dan sebagainya.

Kedua,aktivitas jasa perbankan, misalnya jasa transfer dan penukaran mata uang, kemudian bank mendapat uang jasa dari aktivitas itu. 

Pada saat bank syariah berdiri dalam dominasi sistem kapitalis saat ini, ia bermaksud menghapus riba pada bank konvensional (aktivitas pertama di atas) dan menggantikannya dengan aktivitas perdagangan (sesuai QS Al-Baqarah : 275). 

Dengan demikian, pada garis besarnya, aktivitas bank syariah juga ada 2 (dua) macam. Pertama, aktivitas perdagangan (amal tijariyah) sebagai pengganti aktivitas ribawi. Ini dijalankan melalui berbagai macam akadnya, seperti mudharabah, murabahah, dan musyarakah, dalam sektor-sektor pertanian, industri, perdagangan, dan sebagainya.

Kedua, aktivitas jasa perbankan (khidmat mashrifiyah) dalam berbagai bentuknya dengan menarik imbalan jasa, misalnya jasa transfer (tahwil) dan penukaran mata uang (sharf, currency exchange). 

Aktivitas pertama pada bank syariah ini, merupakan aktivitas yang meragukan (syubhat) karena banyaknya penyimpangan syariah yang terjadi, seperti telah dijelaskan di atas. Sedang aktivitas kedua, hukumnya jaiz (boleh) secara syari selama dilaksanakan sesuai syarat dan rukunnya.

Bank Syariah dalam Negara Khilafah?

Jika Khilafah berdiri suatu saat nanti, apakah bank syariah yang ada sekarang masih diperlukan? Menurut kami, bank-bank syariah seperti saat ini tidak diperlukan lagi dalam negara Khilafah nanti. 

Mengapa demikian? Ada dua alasan. Alasan Pertama, terkait dengan aktivitas pertama bank syariah, yaitu aktivitas perdagangan (amal tijariyah) seperti akad mudharabah, murabahah, dan musyarakah. Sebagaimana kami jelaskan sebelumnya, selama ini banyak terjadi penyimpangan syariah (mukhalafat syariyah) pada aktivitas perdagangan ini sehingga menimbulkan keraguan (syubhat) pada bank syariah.

Padahal sudah menjadi tuntutan syariah, umat Islam hendaknya menjauhkan diri dari segala sesuatu yang meragukan dan yang syubhat. Nabi SAW bersabda :

دع ما يريبك إلى ما لا يريبك

Tinggalkan apa saja yang meragukanmu, untuk menuju apa yang tidak meragukanmu. (HR Tirmdzi dan An-Nasa`i).
 
Maka dalam negara Khilafah, bank syariah yang penuh dengan kesyubhatan ini tidaklah diperlukan lagi.
Namun umat Islam tetap dibolehkan melakukan berbagai akad mudharabah, murabahah, dan musyarakah, dan yang sejenisnya, meski tidak dilakukan oleh institusi bank syariah. Akad-akad tersebut selanjutnya boleh saja dilaksanakan oleh syirkah-syirkah Islami yang didirikan secara khusus untuk tujuan-tujuan perdagangan. Jadi, meski dalam Khilafah tak ada bank syariah, berbagai akad perdagangan seperti mudharabah, murabahah, dan musyarakah, dapat tetap dilaksanakan dalam bentuk syirkah sesuai hukum-hukum syara yang mengatur syirkah. (Asy-Syarawi, Al-Masharif Al-Islamiyah, hal. 554).Alasan Kedua,terkait dengan aktivitas jasa perbankan (khidmat mashrifiyah) dalam berbagai bentuknya, seperti transfer, pinjam meminjam uang (qardh), dan penukaran mata uang. Aktivitas bank syariah kedua ini nanti akan diambil alih oleh Khilafah. Karena ketika Khilafah berdiri nanti, Khilafah akan menyelenggarakan berbagai pelayanan umum (al-khidmat), di antaranya : (1) jasa pos dan telekomunikasi, (2) jasa perbankan (tanpa riba), dan (3) jasa transportasi umum. (Zallum, Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, hal. 105).
Jasa perbankan tersebut, meliputi jasa-jasa seperti transfer, penukaran mata uang, pencetakan dinar dan dirham, dan sebagainya. Jasa-jasa perbankan ini akan dilaksanakan oleh bank-bank negara yang menjadi cabang dari Baitul Mal. (Taqiyuddin an-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, Juz II, hal. 157)

Jadi, dalam negara Khilafah nanti tidak diperlukan bank-bank syariah seperti yang ada sekarang. Karena berbagai akad perdagangan yang dilakukannya akan dilakukan dalam bentuk pelbagai syirkah yang legal. Sedang jasa-jasa perbankan yang dilakukannya, akan diambil alih oleh bank negara yang menjadi bagian dari institusi Baitul Mal (Kas Negara). Wallahu alam


DAFTAR BACAAN

An-Nabhani, Taqiyuddin, Muqaddimah Al-Dustur, Juz II, (Beirut : Darul Ummah), 2010
Anshori, Abdul Ghofur, Penerapan Prinsip Syariah dalam Lembaga Keuangan, Lembaga Pembiayaan, dan Perusahaan Pembiayaan, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar), 2008
Asy-Syarawi, Ayid Fadhl, Al-Masharif Al-Islamiyah Dirasah Ilmiyah Fiqhiyah li Al Mumarasat Al-Amaliyah, (Beirut : Ad-Dar al-Jamiiyah), 2007
Hafizh, Ramadhan, Mauqif Asy-Syariah Al-Islamiyah min Al-Bunuk wa Al-Muamalat al-Mashrifiyah, (Kairo : Darus Salam), 2005
Saidi, Zaim, Tidak Syarinya Bank Syariah di Indonesia, (Yogyakarta : Delokomotif), 2010
Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta : Kencana), 2009
Warde, Ibrahim, Islamic Finance Keuangan Islam dalam Perekonomian Global (Islamic Finance in the Global Economy), Penerjemah Andriyadi Ramli, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar), 2009
Zallum,Abdul Qadim,
Al-Amwal fi Daulah al-Khilafah, (Beirut : Darul Ummah), 2004.

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.