Awalnya sebuah mesin tik. Dengan mesin tulis itulah permainan dimulai. Permainan kata-kata. Bagi orang-orang tertentu permainan kata-kata sangat mengasyikkan. Entah sudah berapa juta buah buku yang berisi permainan kata-kata. Banyak sudah orang menjadi tokoh yang terus disanjung berrkat dengan kepiawaian dalam memainkan kata-kata.
Bertolak dari sebuah ide yang sangat sederhana terangkailah kata yang membentuk kalimat yang kemudian melahirkan sebuah puisi pendek. Selanjutnya permainan kata-kata meningkat menjadi lebih serius hingga membentuk paragraf-paragraf yang menjadi berpuluh-puluh makalah. Lama-lama excited dan akhirnya mampu menulis dan menertbitkan buku-buku.
Suatu sore seorang teman datang dan manyugesti, hanya dengan modal mesin tik aktivitas tulis-menulis malah jadi rumit selain akan ketinggalan terus. Memang ada benarnya. Baru seperempay buku diselesaikan ternyata di pasaran sudah beredar buku dengan tema bahkan judul yang sama. Oleh sebab itu, demi mempercepat permainan, ia menyarankan agar menggantinya dengan komputer.
Dengan komputer permainan kata-kata akan lebih seru, menulis akan efektif, dan tidak banyak waktu terbuang dalam menyunting sebuah naskah. Misalnya, ketika melakukan kesalahan dalam penulisan. penulis akan mudah mengoreksi dan menyuntingnya sendiri. Dengan begitu produktifitas akan dahsyat.
Ternyata, dengan komputer permainan memang lebih mengasyikkan. Ironinya kesibukan menulis semakin bertambah dan secara otomatis waktu yang terbuang gara-gara permainan ini semakin banyak. Padahal katanya dengan komputer semua tulis-menulis akan menjadi efektif. Timbul pertanyaan, “Di mana efektifnya?”
Belum juga terjawab, teman yang lain, melalui telepon, menyarankan agar berlangganan internet saja. Sebab dengan internet segala kemudahan tulis-menulis dan main kata-kata akan sangat terbuka, selain tentunya akan tambah mengasyikkan. Informasi di internet tidak ada batasnya. Mau cari referensi apa saja ada. Mau main apa saja disiapkan. Tidak perlu buka buka-buku tebal yang hanya buang-buang waktu. Cukup tanya pada google si mesin pencari kata.
Memang melalui pertolongan internet tulis-menulis semakin dimudahkan. Bahkan keperluan lainnya pun. Logikanya waktu untuk mengerjakan perkerjaan lainnya, istilah dakwahnya habluminallah wa habluminannas, akan semakin banyak. Akan tetapi kenyataannya tidak demikian. Justru nyaris semua waktu tenggelam dalam permainan di dunia maya.
Suatu pagi yang cerah seorang teman yang lain datang dengan raut wajah penuh kepastian menyarankan agar membuat blog. Apa itu blog? Blog itu webpage milik sendiri. Dengan blog bebas melakukan apa saja di situ. Lagi pula, melalui blog, ide-ide dapat tersebar luas ke seantero jagat. Berarti nilai dakwahnya sangat strategis dan berarti pula peluang dapat pahala jauh lebih besar. Siapa saja bisa membaca dan mengaksesnya. Dalam sebuah hadits ditegaskan, “Barangsiapa yang menunjuki satu kebaikan, maka pahalanya sama dengan mengerjakannya.”
Wah, sungguh jalan yang bagus untuk berkontribusi kepada perbaikan kehidupan ummat manusia. Lalu, sesuai dengan suugesti teman, mulailah aktif menulis di blog. Banyak komentar dan sejumlah pertanyaan dari para pembaca artikel dan makalah yang harus dijawab setiap harinya. Akibatnya, praktis kehidupan semakin tenggelam dalam keasyikan mengisi blog. Apakah ini juga sebuah permainan yang harus digeluti?
Dengan begitu hubungan dengan dunia realitas pun praktis semakin jarang. Untuk itu disarankan agar membeli laptop dengan broadbandnya sekaligus supaya praktis dapat dibawa ke mana-mana, tidak terhambat oleh ruang. Kursi, dan meja. Dengan begitu pula hubungan dengan dunia realitas dapat dilakukan dengan normal. Ringkasnya, dengan menggunakan laptop pekerjaan akan terasa begitu mudah dan praktis. Konsekuensinya sebuah mesin permainan praktis telah menempel di badan dan bahkan pikiran, ke mana pun badan dan pikiran itu berjalan.
“Agar hubungan dengan dunia realitas di abad informasi ini tetap terjaga diperlukan satu media.” Begitu petuah para ahli komunikasi. Namanya facebook. Disebut pula sebagai jaringan sosial. Oleh sebab itu banyak teman yang menyarankan agar bergabung ke komunitas facebook. Katanya, salah satu faktor yang membantu kemenangan Barack Obama menjadi pesiden AS, adalah karena kemampuannya memanfaatkan media facebook. Sekarang, sang diri sudah menjadi bagian dari komunitas makhluk modern ini. Akibatnya ia secara faktual semakin tenggelam dalam sebuah permainan baru di dunia maya. Dari mulai membuat catatan hingga melayani permintaan pertemanan, undangan, dan berbagai pesan serta penawaran bisnis.
Begitulah realias dan faktanya. Entah makhluk apa lagi yang nanti muncul menggoda setiap manusia untuk terus bermain-main di dunia permainan. Ternyata kehidupan dunia akan terasa sebagai permainan seperti ditegaskan Allah Swt dalam firman-Nya, “Dan Tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui.” (QS, al-‘Ankabut [29]: 64), jika benar-benar dipersepsi dan dianggap seperti itu dan kemudian dirasakan, tidak sekedar diamati, dianalisis, atau dikhawatiri.
Menonton dan menikmati sebuah film akan dapat merasakan bahwa film itu benar-benar sebuah permainan jika dipersepsi dan dianggap seperti itu. Semakin hebat cita rasa permainannya akan semakin dalam dinikmati dan dihayatinya. Padahal ketika membuatnya, semua yang terlibat, tidak ada yang main-main. Semuanya serius dan produktif.
Bisakah kita mempersepsi, menikmati, dan menghayati nikmat dan karunia Allah yang tak terhingga banyaknya ini dengan tidak main-main seperti apa yang dilakukan orang-orang yang berakal? “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, Maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS, Ali ‘Imran [3]: 190-191).
Bisakah kita menghindari keterjebakan diri kita dalam mempersepsi, menikmati, dan menghayati nikmat dan karunia Allah seperti orang kafir sehingga kita tenggelam dalam permainan? “Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (QS, Shad [38]: 27). Wallahu A’lam.
Minggu, 19 Desember 2010
Label:Renungan
0 komentar:
Posting Komentar