Para ulama memiliki pandangan berbeda tentang bolehnya mengkaji tema seputar ruh. Ada yang berpendapat, mengkaji ruh itu haram, karena hanya Allah yang tahu. Ada pula yang berpedapat, kajian tentang ruh itu makruh mendekati haram, karena dalam Al-Quran tidak ada nash yang menjelaskan masalah ruh secara gamblang.

Setiap pendapat tersebut memiliki dasar pemahaman yang berbeda terhadap firman Allah, “Mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah, ‘Ruh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan kalian hanya diberi sedikit pengetahuan’.” – QS Al-Isra’ (17): 85.


Mereka yang menolak kajian tentang ruh di antaranya berpandangan, pernyataan Allah pada ayat tersebut menjelaskan bahwa ruh termasuk alam metafisika, yang tidak dapat diketahui secara pasti. Ia bukan sesuatu yang bersifat inderawi, yang dapat diketahui lebih jauh. Selain itu, ilmu manusia terbatas hanya pada pengetahuan tentang penciptaan. Inilah yang dimaksud dengan kalimat dalam ayat tersebut, “Dan kalian hanya diberi sedikit pengetahuan.”

Sementara itu mereka yang memperbolehkan mengkaji tentang ruh di antaranya berpandangan, tidak ada kesepakatan para ulama yang menyatakan bahwa ruh yang ditanyakan dalam ayat itu adalah ruh (nyawa) manusia. Ada pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud ruh dalam ayat tersebut adalah Al-Quran, Jibril, Isa, atau ciptaan Allah yang ghaib, yang hanya diketahui oleh Allah SWT.

Bagaimanapun, yang lebih baik adalah tidak membahas masalah ruh terlalu dalam. Syaikh Abu An-Nashr As-Sarraj Ath-Thuusi mengatakan, “Terdapat orang-orang yang salah memahami ruh, (kesalahan) mereka ini bertingkat-tingkat, semuanya bingung dan salah paham. Sebab mereka memikirkan keadaan sesuatu (yakni ruh) yang mana Allah sendiri telah mengangkat darinya pada segala keadaan dan telah membersihkannya dari sentuhan ilmu pengetahuan, (sehingga) ia tak akan dapat disifati oleh seorang pun kecuali dengan sifat yang telah dijelaskan Allah.”
Hakikat Ruh
Habib Syaikh bin Ahmad Al-Musawa, dalam karyanya berjudul Apa itu Ruh?, menyatakan, definisi ruh adalah, “ciptaan/makhluk yang termasuk salah satu dari urusan Allah Yang, Mahatinggi. Tiada hubungan antara ia dengan Allah kecuali ia hanyalah salah satu dari milik-Nya dan berada dalam ketaatan-Nya dan dalam genggaman (kekuasaan)-Nya. Tidaklah ia menitis (bereinkarnasi) ataupun keluar dari satu badan kemudian masuk ke badan yang lain. Ia juga akan merasakan kematian sebagaimana badan merasakannya. Ia menikmati kenikmatan sebagaimana juga badan, atau akan merasakan siksa sebagaimana juga badan. Dia akan dibangkitkan pada badan yang ia keluar darinya. Dan Allah menciptakan ruh Nabi Adam AS dari alam malakut sedangkan badannya dari tanah.”

Sementara itu, sebagian besar filosof muslim, seperti Al-Farabi, Ibnu Sina, Al-Ghazali, dan sekelompok kaum sufi, berpendapat, jiwa terpisah dari materi. Ia bukan jasad atau benda. Ia tidak memiliki dimensi panjang dan dalam. Jiwa sangat berhubungan dengan sistem yang bekerja dalam jasad. Dengan kata lain, jiwa menggerakkan jasad dari luar karena ia tidak menyatu dengan jasad. Jiwa adalah inti ruh murni yang dapat mempengaruhi jasad dari luar seperti magnet.

Al-Ghazali, dalam Ihya’-nya, menyebutkan, kata-kata ruh, jiwa, akal, dan hati, sejatinya merujuk pada sesuatu yang sama, namun berbeda dalam ungkapan. Sesuatu ini, jika ditinjau dari segi kehidupan jasad, disebut ruh. Jika ditinjau dari segi syahwat, ia disebut jiwa. Jika ditinjau dari segi alat berpikir, ia disebut akal. Dan jika ditinjau dari segi ma’rifat (pengetahuan), ia disebut hati (qalb).

Dalam bahasa sehari-hari, ruh dan jiwa juga acap digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang sama, seperti pada ucapan “ruhnya telah melayang”, atau “jiwanya telah melayang”. Dua kalimat tersebut bermakna sama, orang itu telah mati.

Para ulama lainnya berpendapat, ruh adalah benda ruhaniah (cahaya) langit yang intinya sangat lembut, seperti sinar matahari. Ia tidak dapat berubah, tidak dapat terpisah-pisah, dan tidak dapat dikoyak. Jika proses penciptaan satu jasad telah sempurna dan telah siap, seperti dalam firman Allah “Maka, apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya – QS Al-Hijr (15): 29, benda-benda mulia (ruh) Ilahi dari langit akan beraksi di dalam tubuh, seperti api yang membakar. Inilah yang dimaksudkan dalam firman Allah “Aku meniupkan ruh (ciptaan)-Ku ke dalamnya.” – QS Al-Hijr (15): 29. Selama jasad dalam kondisi sehat, sempurna, dan siap menerima benda mulia tersebut, ia akan tetap hidup. Jika di dalam jasad ada unsur-unsur yang memberatkan, misalnya penyakit, unsur-unsur itu akan menghambat benda mulia ini sehingga ia akan terpisah dari jasad. Saat itu, jasad menjadi mati.

Beragam definisi ruh disebutkan para ulama. Intinya, manusia terdiri dari jasad dan ruh. Perbedaan pendapat para ulama seputar hakikat ruh bukan bagian dari inti aqidah Islam. Masalah ini berada dalam ranah ijtihad para ulama.

Abadi, atau Fana?



Allah menetapkan kematian atas segala yang memiliki ruh dari makhluk-Nya, penguasa maupun rakyat jelata, yang kaya atau yang miskin, yang mulia atau yang lemah, yang maksiat atau yang taat, dari seluruh penduduk alam semesta ini, dan kemudian mengadili mereka di akhirat.

Dia menggenggam ruh sebagian manusia yang telah memakmurkan dunia dan menghiasinya dengan bangunan-bangunan, kemudian manusia itu menempatinya, meski itu bukan tempat yang kekal bagi semua yang hidup.

Dia juga menggenggam ruh manusia sebagian lainnya yang bersungguh-sungguh untuk memperbaiki akhiratnya dan menjadikan dunia hanya sebagai batu loncatan untuk memperbanyak amal shalih mereka sebagai perahu dalam mengarunginya.

Ruh yang ini mendapat kebahagiaan dan kesenangan, sementara ruh yang lain mendapatkan kekecewaan, kecelakaan, dan kepayahan. Ruh yang ini bersenang-senang di kebun surga dan bernaung di lentera-lentera yang bergantung di ‘Arsy dalam kenikmatan yang menyenangkan, sedang ruh yang lain terpenjara dan tersiksa di neraka jahim. Alangkah jauh perbedaan antara kedua ruh jasad dua jenis manusia tersebut.

Setelah seseorang mati, ruh tetap ada hingga terjadi peniupan sangkakala yang pertama. Ulama sepakat akan hal itu. Selama masa itu, ruh merasakan nikmat atau adzab di alam kubur.

Adapun setelah ditiupnya sangkakala, terjadi perbedaan pendapat di antara para ulama. Sebagian ulama berpendapat, ruh bersifat fana (akan sirna) dan akan mati saat peniupan sangkakala yang pertama. Dasarnya adalah firman Allah, “Setiap yang berjiwa akan merasakan kematian.” – QS Ali Imran (3): 185. Dalam ayat lainnya disebut, “Semua yang ada akan binasa.” – QS Ar-Rahman (55): 26.

Menurut pendapat terkuat, setelah peniupan sangkakala yang pertama, ruh akan tetap abadi. Hukum asal sesuatu yang abadi adalah selalu ada sampai ada sesuatu yang mengubahnya. Perdapat tentang keabadian ruh ini disimpulkan dari ayat “Dan ditiuplah sangkakala. Maka, matilah makhluk yang di langit dan di bumi kecuali makhluk yang dikehendaki Allah. Kemudian sangkakala ditiup sekali lagi. Tiba-tiba mereka berdiri menunggu (keputusannya masing-masing).” – QS Az-Zumar (39): 68. Menurut penjelasan ayat ini, ruh termasuk sesuatu yang dikecualikan.

Ruh Mengetahui saat Diziarahi


Apakah ketika orang hidup menziarahi orang mati, ruh orang mati tersebut dapat mengetahui bahwa ia tengah diziarahi? Habib Syekh menuliskan dalam bukunya, jawabannya adalah “Ya.”

Bila ditanyakan apakah jasad mereka atau arwah mereka (yang bertemu), ia menjawab, “Sungguh jauh sekali. Jasad sudah hancur, yang bertemu hanyalah arwah mereka.”

Ibnu Abdil Barr berkata, “Telah tetap riwayat dari Nabi SAW, beliau bersabda, ‘Tidaklah seorang muslim melewati kubur saudaranya yang mana dahulu ia mengenalnya di dunia, kecuali Allah akan mengembalikan ruh saudaranya itu lalu ia menjawab salamnya.” Hadits ini menunjukkan, ruh si mati mengenalinya dan menjawab salamnya.

Pada hadits lainnya yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim, disebutkan, ketika Rasulullah SAW memerintahkan agar korban yang tewas pada Perang Badar (dari kaum musyrikin) dikuburkan dalam satu lubang, kemudian beliau mendatangi lubang tempat kubur tersebut lalu berdiri dan menyeru mereka yang telah mati itu dengan namanya masing-masing, “Wahai Fulan bin Fulan, wahai Fulan bin Fulan, apakah kalian telah mendapati apa yang telah dijanjikan Tuhan kalian adalah benar? Karena sesungguhnya aku mendapati apa yang dijanjikan Tuhanku kepadaku adalah benar”, berkatalah Umar RA kepada beliau, “Ya Rasulullah, mengapakah Tuan menyeru/berbicara kepada orang-orang yang telah menjadi bangkai.”

Beliau menjawab, “Demi Allah, yang telah mengutusku dengan kebenaran, tidaklah kalian lebih mendengar apa yang kau katakan daripada mereka. Hanya saja mereka tak dapat menjawab.”

Saat memperhatikan kebiasaan sebagian besar masyarakat di Nusantara yang melakukan aktivitas ruwahan atau berkirim pahala amal kepada orang-orang yang telah wafat atau khususnya kepada arwah yang mereka ziarahi, apakah arwah orang yang telah mati itu dapat mengambil manfaat dari amal orang hidup, ataukah tidak? Berikut ini salah satu hujjah di antara luasnya bahtera hujjah yang menunjukkan sampainya amalan orang hidup kepada orang yang telah mati.

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dalam kitab shahih mereka, dari Abdullah bin Abbas RA, ia berkata, “Telah datang seorang kepada Nabi SAW lalu orang itu bertanya, ‘Ya Rasulullah, ibuku meninggal dunia dan ia meninggalkan utang puasa sebulan, apakah aku dapat mengqadha puasanya?’
Rasulullah SAW balik bertanya, ‘Bagaimana pendapatmu jika ibumu berutang lalu engkau melunasi utangnya, apakah itu mencukupi/menggugurkan kewajibannya?’

Orang itu menjawab, ‘Ya.’

Rasulullah SAW bersabda, ‘Jika demikian, utang kepada Allah lebih wajib untuk dilunasi’.”

IY, dari berbagai sumber
=> majalah-alkisah

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.