Hidup memang tidak lepas dari berbagai tekanan. Lebih-lebih, hidup di alam modern ini yang menyuguhkan beragam risiko. Sampai seorang sosiolog Ulrich Beck menamai orang zaman kontemporer saat ini dengan masyarakat risiko (risk society). Alam modern menyuguhkan perubahan cepat dan tak jarang mengagetkan.
Tekanan hidup yang bertubi-tubi sering kali membuat orang mengalami depresi dan stres. Tekanan yang menyebabkan depresi dapat dialami siapa saja dan datang dari mana saja. Mulai dari pekerjaan di kantor hingga masalah rumah tangga.
Urbanisasi atau perpindahan masyarakat desa ke kota inilah yang menciptakan lingkungan kehidupan perkotaan sangat individualistis, mengedepankan persaingan, dan sebaliknya kepedulian sosial menjadi menipis. Deretan masalah tersebut mengakibatkan masyarakat urban menjadi rentan stres dan frustrasi berkepanjangan hingga berujung bunuh diri.
Bunuh Diri Karena Hal Kecil
Korea Selatan menduduki peringkat tertinggi kasus bunuh diri di dunia. Ini berdasarkan laporan dari kepolisian Korsel. Pada 2009, jumlah kasus bunuh diri di negeri gingseng itu mencapai 14.579, ini menunjukkan peningkatan 18,8 persen dari 12.270 kasus pada 2008, kata laporan itu. Ini berarti tingkat bunuh diri 2009 adalah 29,9 persen untuk setiap 100.000 orang. Total populasi Korsel adalah 48.746.693 jiwa (dikutip dari http://fahricaptures.blogspot.com/2010/07/korea-selatannegara-dengan-bunuh-diri.html).
Angka ini bahkan lebih tinggi dari yang dirilis baru-baru ini dalam OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) Factbook 2010. Data OECD 2010 menunjukkan 21,5 persen kasus bunuh diri dari setiap 100.000 orang. Dari data ini saja, Korsel menduduki peringkat tertinggi kasus bunuh diri dari 31 negara OECD. Jepang menduduki tempat kedua dengan 19,1 persen kasus bunuh diri dari setiap 100.000 orang.
Menurut laporan kepolisian, paling banyak penyebab kasus bunuh diri adalah masalah psikologis/psikiatris dengan 28,28 persen, diikuti masalah fisik/penyakit dengan 21,88 persen, dan masalah ekonomi dengan 16,17 persen.
Di Indonesia, kasus bunuh diri yang terjadi beruntun belakangan ini –bahkan seperti tren- sebetulnya bukan hal yang terlalu baru. Beberapa tahun silam, kasus bunuh diri juga pernah marak. Hanya bedanya, jika tahun-tahun lalu kasus bunuh diri banyak terjadi dan dilakukan gadis-gadis muda karena dipicu putus cinta atau persoalan psikologis remaja. Namun, akhir-akhir ini kasus bunuh diri marak karena lebih banyak dipicu faktor ketidakberdayaan, keputusasaan atau pendek kata karena sebab-sebab kemiskinan.
Bisa dibayangkan apa sesungguhnya yang tengah terjadi jika seorang anak SD bunuh diri karena malu akibat orang tuanya tak mampu membayar SPP di sekolahnya? Dari Sleman, Yogyakarta, seorang ibu muda yang bekerja sebagai penjaga rumah kost nekat mengakhiri hidup dengan cara bakar diri (11/8/2010).
Dalam aksi tersebut, ia juga mengajak dua anaknya yang masih balita. Sang ibu langsung tewas di lokasi. Sedangkan kedua anaknya sempat menjalani perawatan, namun akhirnya juga meninggal dunia. Yang juga memprihatinkan, penyebab tindakan nekat ini diduga karena sang ibu depresi memikirkan utangnya sebesar Rp 20.000.
Al-Quran, Pelipur Lara
Benarkah beban kehidupan yang mereka tanggung sudah tidak lagi dapat ditoleransi? Sejauh mana sebetulnya ambang batas toleransi manusia terhadap tekanan hidup?
Sesungguhnya Allah swt, Sang Pencipta manusia, telah membekali manusia dengan petunjuk hidup agar dapat mengambil keputusan yang bijak terhadap ujian hidup yang menerpa. Allah swt. befirman, “Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar (obat) dan rahmat bagi orang-orang yang beriman…” (QS. Al Isra 82).
Di antara 114 surat lainnya, surat Yusuf merupakan salah satu surat yang sangat cocok sebagai penyejuk dan penawar bagi hati diliputi musibah dan penderitaan. Di sini tergambar potret problematika kehidupan yang utuh. Mulai dari cinta-benci, susah-senang, dakwah-perjuangan, sabar-syukur, kebaikan-kejahatan, maaf-tobat, penjara-istana, keteguhan iman-kebobrokan moral, tuan-budak, skandal-gosip, kejujuran-kebohongan, dst… hingga konsep ekonomi dan strategi pertanian.
Surat Yusuf, Kisah Terbaik
Pantas saja jika Allah swt. menjuluki surat Yusuf sebagai kisah terbaik (ahsanal qashasha). Firman-Nya, “Kami menceritakan kepadamu kisah yang paling baik dengan mewahyukan Al Quran ini kepadamu, dan sesungguhnya kamu sebelum (Kami mewahyukan)nya adalah termasuk orang-orang yang belum mengetahui” (QS. Yusuf 4). Karena memang kisah Yusuf as merupakan potret sempurna kehidupan anak Adam.
Bagi yang hidupnya diselimuti kegelisahan, terasing, kesepian, atau kesedihan, maka membaca kisah Yusuf as ibarat oase penyejuk di tengah gersangnya kehidupan. Bagi yang sekuat tenaga mempertahankan keimanan di tengah badai kerusakan moral, maka mendalami surat Yusuf seakan menemukan tempat pegangan yang sangat kuat.
Bagi yang dizalimi hak-haknya, maka merenungkan surat Yusuf ibarat menentramkan hati bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba yang sabar.
Berikut ini beberapa beban hidup yang dipikul Yusuf as & sejumlah pelajaran yang bisa dipetik:
1. Kedengkian saudara-saudara serumah
Ujian pertama yang dihadapi Yusuf as adalah kebencian dan kedengkian dari saudara-saudaranya. Al Quran menceritakan sikap mereka kepada Yusuf kecil, “Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke uatu daerah (yang tak dikenal) supaya perhatian ayahmu tertumpah kepadamu saja, dan sesudah itu hendaklah kamu menjadi orang-orang yang baik” (QS. Yusuf 9)
Kita dapat membayangkan ketika kita masih belia seperti beliau, namun saudara-saudara kita sendiri yang serumah malah membenci kita. Sulit membayangkan jika ini terjadi pada kita.
2. Terpisah & terbuang dari keluarga
Allah swt. menceritakan, “Seorang di antara mereka berkata, ‘Janganlah kamu bunuh Yusuf, tetapi masukkanlah dia ke dasar sumur supaya dia dipungut oleh beberapa orang musafir, jika kamu hendak berbuat’” (QS. Yusuf 10)
Yusuf as berpisah dengan keluarganya saat beliau berusia sekitar 12 tahun. Salah satu putra Nabi Ya’kub ini terpisah dari orang tua dan keluarganya selama kurang lebih 14 tahun. Sungguh suatu kondisi yang sangat sulit kita jalani. Berpisah dengan orang tua dan kerabat ketika usia masih belia. Di akhir kisah, Yusuf as meminta agar saudara-saudaranya mengajak sang ayah ke hadapannya. Mengapa? Karena Yusuf as tidak ingat lagi wajah ayahnya. Bayangkan, 14 tahun tidak sempat mengetahui kondisi ayah.
3. Dilempar ke sumur
Apakah kita setuju jika bocah belasan tahun dibuang di sumur yang gelap dan mungkin ada hewan berbisa selama 3 hari tanpa ia tahu apa kesalahannya? Allah swt. mengabarkan, “Maka tatkala mereka membawanya dan sepakat memasukkannya ke dasar sumur (lalu mereka masukkan dia), dan (di waktu dia sudah dalam sumur) Kami wahyukan kepada Yusuf, ‘Sesungguhnya kamu akan menceritakan kepada mereka perbuatan mereka ini, sedang mereka tiada ingat lagi’” (QS. Yusuf 15).
4. Dijadikan budak
Yusuf as adalah orang yang mulia. Rasulullah Muhammad saw. pernah bersabda tentang beliau, “Ia adalah orang yang mulia, anak dari orang yang mulia (Nabi Yaqub as), anak dari orang mulia (Nabi Ibrahim as).” Namun tiba-tiba Yusuf ditemukan orang dan dijadikan budak. Allah swt. menceritakan, “Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf” (QS. Yusuf 21).
5. Digoda dan dirayu
Yusuf as digoda dan dirayu wanita terhormat. Alquran mengungkapkan, “Dan wanita yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata, ‘Marilah ke sini.’ Yusuf berkata, ‘Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.’ Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung” (QS. Yusuf 24).
Apakah hanya istri Al Aziz (majikan Yusuf, Red.) saja yang merayu dan menggodanya? Tidak, bahkan para istri pembesar dan menteri kerajaan serta dayang-dayangnya ikut menggoda nabi tampan itu. Hingga mereka tak sadar mengiris tangan mereka. “…maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepada (keelokan rupa)nya dan mereka melukai (jari) tangannya dan berkata, ‘Maha sempurna Allah, ini bukanlah manusia. Sesungguhnya ini tidak lain hanyalah malaikat yang mulia’” (QS. Yusuf 32).
Teguh menjaga iman dari godaan syahwat seperti ini dijanjikan perlindungan dari Allah di akhirat kelak ketika tak ada lagi tempat bernaung. Nabi saw. bersabda, “Tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah di bawah naungan-Nya di hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: pemimpin yang adil, pemuda yang sentiasa beribadah kepada Allah semasa hidupnya, orang yang hatinya senantiasa berpaut pada masjid, dua orang yang saling mengasihi karena Allah & keduanya berkumpul serta berpisah karena Allah, seorang lelaki yang diajak seorang perempuan yang bermartabat dan berparas cantik untuk melakukan maksiat tetapi dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’, seorang yang memberi sedekah tetapi dia merahasiakannya seolah-olah tangan kanan tidak tahu apa yang diberikan oleh tangan kirinya, seseorang yang mengingat Allah di waktu sunyi sehingga mencucurkan air mata” (HR. Bukhari-Muslim)
6. Dituduh memperkosa
Inilah kedok yang digunakan para pengumbar syahwat untuk menutupi kebobrokan mereka. Tatkala gagal memperdayai sang korban, para wanita yang tak tahu malu balik menuduh orang yang baik-baik.
7. Dipenjara
Inilah senjata paling ampuh bagi para tirani kekuasaan dan pengusung kebatilan. Mereka tak segan-segan menjebloskan kaum mukmin hanya karena mereka mempertahankan keimanan. Yusuf as merupakan teladan bagi orang beriman dalam menghadapi pendukung kezaliman. Maka, tidaklah heran jika banyak ulama di masa lampau maupun masa kini yang dijebloskan ke penjara, apakah tanpa bukti/alasan apapun maupun karena mereka setia dengan keimanannya.
Awalnya mereka sekadar mengancam. Al-quran mengungkapkan, “Wanita itu berkata, “Itulah dia orang yang kamu cela aku karena (tertarik) kepadanya, dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi dia menolak. Dan sesungguhnya jika dia tidak mentaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina” (QS. Yusuf 33).
Akhirnya ancaman itu menjadi kenyataan, “Kemudian timbul pikiran pada mereka setelah melihat tanda-tanda (kebenaran Yusuf) bahwa mereka harus memenjarakannya sampai sesuatu waktu” (QS. Yusuf 36).
8. Mendapat kekayaan yang berlimpah & kekuasaan yang luas
Ketika menjadi petinggi Mesir (menteri ekonomi), Yusuf as menguasai seluruh hasil bumi dan pertanian di seluruh wilayah kerajaan. Allah menceritakan, “Dan raja berkata, “Bawalah Yusuf kepadaku, agar aku memilih dia sebagai orang yang dekat kepadaku.’ Maka tatkala raja telah bercakap-cakap dengan dia, dia berkata, ‘Sesungguhnya kamu (mulai) hari ini menjadi seorang yang berkedudukan tinggi lagi dipercayai pada sisi kami’” (QS. Yusuf 54).
Akhirnya, beliau juga mendapat kepercayaan raja untuk mendistribusikan kekayaan kerajaan kepada siapa saja yang beliau kehendaki. Allah berfirman, ”Dan demikianlah Kami memberi kedudukan kepada Yusuf di negeri Mesir; (dia berkuasa penuh) pergi menuju kemana saja ia kehendaki di bumi Mesir itu. Kami melimpahkan rahmat Kami kepada siapa yang Kami kehendaki dan Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik” (QS. Yusuf 57).
Kekayaan dan kekuasaan juga merupakan ujian, tidak hanya kemiskinan atau kelemahan. Tidak sedikit orang yang tergelincir imannya tatkala mendapat ujian harta dan tahta. Firaun dan Qarun merupakan contoh paling masyhur. Namun, Yusuf mampu melewati ujian ini dengan bijak. “Ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian takwil mimpi. (Ya Tuhan), Pencipta langit dan bumi. Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang shalih,” demikian doa yang selalu diucapkan Yusuf as seperti yang direkam Al Quran (QS. Yusuf 101).
9. Memaafkan saudara-saudaranya
Adalah wajar jika Yusuf as menuntut balas kejahatan para saudaranya saat beliau berkuasa. Namun, kemuliaan akhlak beliau sebanding dengan kemuliaan nasab (putra Nabi Ya’qub, cucu Nabi Ishaq, & buyut Nabi Ibrahim as). Firman-Nya, “Dia (Yusuf) berkata, ‘Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu), dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang’” (QS. Yusuf 92).
Beliau memaafkan para saudaranya. Yusuf as tidak menyalahkan para saudaranya, malah ia menyalahkan setan yang telah menghasut para saudaranya hingga bertindak jahat padanya. Allah menceritakan, “Dan berkata Yusuf, “Wahai ayahku inilah takwil mimpiku yang dahulu itu; sesungguhnya Tuhanku telah menjadikannya suatu kenyataan. Dan sesungguhnya Tuhanku telah berbuat baik kepadaku, ketika Dia membebaskan aku dari penjara dan ketika membawa kamu dari dusun padang pasir, setelah setan merusakkan (hubungan) antaraku dan saudara-saudaraku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Lembut terhadap apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. Yusuf 100).
Tidak hanya itu, Yusuf as membalas mereka dengan kebaikan tatkala mereka meminta jatah bahan makanan saat paceklik. Sungguh, kemuliaan di atas kemuliaan.
Pahala Tanpa Batas
Begitulah, kisah Yusuf berakhir dengan happy ending. Demikianlah balasan bagi orang yang sabar dalam cobaan, teguh memelihara iman serta berprasangka baik kepada rahmat Allah swt. Pahala yang Allah sediakan bagi orang sabar tak terhingga besarnya. Allah swt. berfirman, “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas” (QS. Az Zumar 10). Wallahu a’lam bish shawwab.{}
(sumber: Kiat Bijak Mengambil Keputusan, Bercermin dari Kisah Nabi Yusuf as, Amru Khalid, Cakrawala Publishing, 2010, Jakarta).
Senin, 04 Oktober 2010
Label:Renungan
0 komentar:
Posting Komentar