Ini merupakan sebuah kisah yang sangat terkenal di dunia Islam.
Umat Islam sangat di anjurkan untuk merenungkan kisah pembunuh 100 orang yang bermakna ini.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dikisahkan bahwa dahulu ada seorang lelaki yang telah membunuh 99 orang.
Lelaki ini telah berlumuran darah, jari jemarinya, pakaiannya, tangan dan pedangnya semuanya basah oleh darah.
Lelaki pelaku kejahatan ini telah melumuri dirinya dengan darah jiwa yang diharamkan oleh Allah membunuhnya serta mencabut nyawa mereka.
Sesudah dirinya berlumuran dengan kejahatan dan dosa besar ini, dia menyadari kesalahannya.
Maka keluarlah ia dengan pakaian yang berlumuran darah, sedang pedangnya masih meneteskan darah segar dan jari jemarinya belepotan darah juga.
Ia datang bagaikan seorang yang mabuk, gelisah, ketakutan seraya bertanya-tanya kepada semua orang,
"Apakah aku masih bisa diampuni?"
Orang-orang berkata,
"Kami akan menunjukkanmu kepada seorang rahib yang tinggal di kuilnya, maka sebaiknya kamu pergi ke sana dan tanyakanlah kepadanya apakah dirimu masih bisa diampuni."
Dia menyadari bahwa tiada yang dapat memberi fatwa dalam masalah ini, kecuali hanya orang-orang yang ahli dalam hukum Allah.
Ia pun pergi ke sana, ke tempat rahib itu, seorang ahli ibadah dari kalangan kaum Bani Israil.
Dia pergi melangkah dengan langkah yang cepat dengan penuh penyesalan karena dosa-dosa yang telah dilakukannya.
Lalu ia mengetuk pintu kuil si rahib tersebut.
Lelaki pembunuh itu masuk dan ternyata pakaiannya masih berlumuran darah segar, membuat si rahib kaget bukan kepalang.
Si rahib berkata,
"Aku berlindung kepada Allah dari kejahatanmu."
Si pembunuh bertanya,
"Wahai rahib ahli ibadah, aku telah membunuh 99 orang, maka masih adakah jalan bagiku untuk bertobat?"
Si rahib spontan menjawab,
"Tiada taubat bagimu."
Akhirnya si pembunuh ini putus asa memandang kehidupan ini.
Di matanya, dunia ini terasa gelap, kehendak dan tekadnya melemah, dan keindahan yang terlihat di matanya menjadi buruk.
Si pembunuh ini akhirnya mengangkat pedangnya dan membunuh rahib itu sebagai balasan yang setimpal untuknya guna menggenapkan 100 orang manusia yang telah dibunuhnya.
Selanjutnya ia keluar menemui orang-orang guna menanyakan lagi kepada mereka, bukan karena alasan apa, melainkan karena jiwanya sangat menginginkan untuk taubat dan kembali ke jalan Tuhannya serta menghadap kepada-Nya.
Ia bertanya kepada mereka,
"Masih adakah jalan untuk bertaubat bagiku?"
Mereka menjawab,
"Kami akan menunjukkanmu kepada Fulan bin Fulan, seorang ulama, bukan seorang rahib, yang ahli tentang hukum Tuhan."
(Bersambung lain waktu).
Sabtu, 09 Oktober 2010
0 komentar:
Posting Komentar