“Penderitaan yang paling menyesalkan adalah ketika kita di sana justru menangis.”
Dalam kitab al-Isti’dad li Yaumi al-Ma’ad, Ibnu Hajar al-‘Asqalani mengutip sebuah ungkapan seorang ahli zuhud (zahid), "Orang yang melakukan dosa dalam keadaan tertawa akan dijebloskan ke dalam neraka dalam keadaan menangis dan orang yang melakukan ketaatan dalam keadaan menangis akan dimasukkan oleh Allah ke surga dalam keadaan tertawa." Rasulullah saw, dalam salah satu doanya, menegaskan tentang hakikat agama, dunia, akhirat, kehidupan, dan kematian. Agama adalah koridor bagi semua urusan, dunia adalah tempat kita hidup, akhirat adalah tempat kembali kita, kehidupan adalah momentum penghimpunan bekal kebaikan, sedangkan kematian adalah momentum pembebas dari segala bentuk kejahatan.
Oleh karena mengarungi samudra kehidupan di dunia begitu luas dan jauh maka seyogyanya kita menggunakan kompas agama. Diharapkan, dengan kompas itu kita tidak akan kehilangan arah dalam perjalanan kembali.
Selain itu, selama hidup di dunia ini, seyogyanya pula kita dapat menghimpun bekal kebaikan sehingga kematian yang akan kita alami menjadi momentum pembebas dari segala bentuk kejahatan, bukan momentum menenggelam diri dalam kenistaan.
al itu jelas menuntut keseriusan demi menyeberangi samudra dunia dan menepis ilusi fatamorgana duniawi untuk mencapai tujuan abadi. Untuk itu kita harus mengerahkan seluruh potensi agar tetap survive dalam perjuangan menembus berbagai rintangan dalam meraih tujuan hakiki kita, mencapai pantai kebahagiaan yang abadi di alam akhirat nanti.
Atas dasar itu, tidak sepatutnya sisa-sisa umur yang kita miliki ditenggelamkan dalam gelak tawa yang tak bermakna bagi kepentingan kepulangan kita menghadap Rabb Yang Maha Kuasa. Sebab, banyak tertawa menjadikan hati semakin gelap dan tak bercahaya, yang bisa jadi akan menyebabkan di akhirat justru kita akan menangis dengan penuh kesedihan yang sangat panjang dikarenakan menerima azab yang berkelanjutan dan berkekalan.
Demi menghindari lautan tangis di akhirat nanti, Rasullulah saw, seorang kekasih Allah, sering menangis karena penuh harap untuk jumpa dengan-Nya dengan jiwa yang tenang dan dalam keadaan puas dan dipuaskan.
Sayyidina Abu Bakar al-Shidiq ra senantisa menangis ketika menegakkan shalat. Dalam Suatu hadits seusai shalat (fardu) Rasullullah saw beristighfar kepada Allah tiga kali, "Ya Allah Engkau Maha Pemberi ketentraman dan perdamaian. Dari Engkaulah datangnya ketentraman dan perdamaian, wahai Rabb yang Maha Memiliki keagungan dan kemulyaan." (HR.Muslim).
Sesungguhnya, menangis di dunia itu lebih baik bagi kita ketimbang kita menangis di akhirat nanti. Sebab itu, sudah sepantasnyalah setiap kita mewaspadai diri, agar terhindar dari kegersangan jiwa yang nista, agar terhindar dari tipe manusia yang tidak tahu bertaubat yang menyebabkan dirinya menangis berkepanjangan di kampung halamannya nanti. Padahal Rasulullah bersaba, "Tidak akan masuk ke dalam neraka seorang yang menangis karena takut kepada Allah" (HR.Tirmidzi).
Dalam hadits yang lain disebutkan, "Pada suatu hari, Rasullulah saw berkhutbah, belum pernah saya mendengar khutbah seperti ini, lalu beliau bersabda, 'Andaikan kamu mengetahui apa yang aku ketahui, niscaya kamu akan sedikit tertawa dan lebih banyak menangis.' Mendengar ucapan Rasullullah ini, seluruh sahabat menutup mukanya masing masing sambil menangis tersedu-sedu" (HR. Bukhari- Muslim).
Pertanyaannya, "Apakah setelah mendengar keterangan ini, engkau merasa heran lalu tertawa dan tidak menangis?" (QS. Al-Najm []: 59-60). Kemudian Allah berfirman, "Dan sujudlah/tersungkurlah mereka sambil menangis, dan mereka bertambah khusuk." (QS. Al-Isra [17]: 109)
Oleh Ust Abu Ridho
Selasa, 12 Oktober 2010
Label:Renungan
0 komentar:
Posting Komentar