Kenikmatan yang lahir dari keimanan dan kesahihan ibadah, serta mujahadah yang baik, adalah kenikmatan hakiki yang dirasakan oleh jiwa orang yang beriman, sebagaimana lidah merasakan lezatnya makanan, seperti disebutkan dalam banyak hadits-hadits sahih, di antaranya sabda Rasulullah Saw., Akan merasakan lezatnya iman orang yang ridha bahwa Allah sebagai Tuhan-nya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad Saw. sebagai rasulnya (HR. Muslim). Tiga hal, barangsiapa seluruhnya ada dalam diri seseorang, maka ia akan merasakan nikmatnya iman.
Dalam riwayat lain, akan merasakan nikmatnya iman, orang yang lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya daripada selain keduanya, jika seorang mencintai sahabatnya, ia tidak mencintai-nya kecuali karena Allah Swt., dan tidak mau kembali kepada kekafiran setelah Allah Swt. menyelamatkan diri darinya, sebagaimana ia tidak mau dimasukkan dalam neraka.
Para ulama berkata, “Makna kenikmatan iman adalah merasa nikmat dalam melakukan ketaatan dan memikul beban dalam mencari keridhaan Allah dan Rasul-Nya, lebih mengutamakan hal itu daripada tujuan-tujuan duniawi, kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya Swt. dengan menjalankan ketaatan kepadanya dan meninggalkan kedurhakaan terhadap-Nya, di samping juga mencintai Rasulullah Saw.”
Menurut saya, semua itu tidak mungkin dicapai kecuali oleh orang yang hatinya telah bersenyawa dengan iman, sehingga kenikmatan iman mampu mendominasi hatinya. Karena itu, Ibnul Qayyim mengatakan bahwa iman memberikan kenikmatan yang berkaitan dengan rasa dan selera. Keraguan dan syubhat tidak akan hilang dari hati, kecuali apabila seseorang telah mencapai keadaan seperti ini. Iman benar-benar telah bersenyawa dengan hatinya, hingga ia merasakan kelezatannya dan menemukan kenikmatannya.”’
Sabtu, 26 Juni 2010
Label:Renungan
0 komentar:
Posting Komentar