Kafirkah Pemerintah Indonesia?

 

 



Inilah Jawaban Bagi Mereka yang “Mengkafirkan” Pemerintah Indonesia karena Menggunakan Pancasila dan UUD 1945 sebagai Dasar Negaranya

Apakah Pemerintahan Indonesia dapat dikatakan pemerintahan Islam? Perlu diketahui bahwa pimpinan negaranya seorang muslim, shalat dan puasa dan kebanyakan pegawainya muslim serta kebanyakan penduduknya muslim. Tetapi dasar negaranya Pancasila yaitu :
  1. 1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. 3. Persatuan Indonesia
  4. 4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijkasanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. 5. Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Jawaban Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali -hafidzahullah-
Tinggalkan pertanyaan ini, berikanlah pertanyaan lain, kita tidak bisa mengatakannya sekarang, Islamiyyah atau tidak Islamiyyah.
“…. Ini (Indonesia-pen) adalah negara kaum muslimin, tercampur di dalamnya Islam dan kesyirikan. Tidak bisa kita katakan sebagai negara Isalam 100%. Sebagaimana Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah pernah menjawab tentang negeri Mardin, apakah dia negara Islam atau bukan. Beliau menjawab : “Di dalamnya ada Islam dan ada Kekufuran.” Baarokallaahu fiikum.”
Jawaban Asy-Syaikh Ibrahim bin Amir Ar-Ruhaili -hafidzahullah-
Pertama-tama, dalam menghukumi pemerintahan tertentu, kita harus melihat di atas apa Negara itu berdiri, dasar-dasarnya dan UUD nya. Maka kita perlu melihat banyak perkara, susah/tidak bisa kita menghukumi dengan hanya melihat sebagian dasarnya. Kita harus melihat seluruh dasar-dasar dan prinsip-prinsipnya.
Kalimah hukumah adalah masdar dari……حكـم Yakni diambil dari kata-kata hukum. Maka semua undang-undang, hukumnya harus dilihat apakah sesuai dengan syariat Islam atau tidak. Kita harus melihat kepada semua hukum yang dipergunakan. Seorang penguasa muslim yang menyatakan keislamannya, mengucapkan dua kalimat syahadat dan menjaga syiar-syiar Islam, tidak syak (ragu-pen) lagi bahwa dia seorang muslim. Kita tidak menghilangkan keislamannya kecuali setelah melihat kekafiran yang jelas dan terang. “Siapa yang telah menetapkan ke-Islamannya dengan yakin, tidak dapat hilang ke-Islamannya itu dengan sesuatu yang meragukan”.
Adapun jika ada padanya tanda-tanda kefasikan, kemaksiatan bahkan kekufuran_yang kadang-kadang hal ini tidak diketahui oleh sebagian muslimin_dia tidaklah harus dikafirkan. Seorang muslim selama dia bersyahadat dan beriltizam (komitmen) dengan shalat, maka dia tetap seorang muslim. Adapun mengenai hukumah atau pemerintahan, kita perlu melihat apa yang dipakai sebagai hukumnya.
SUMBER : Majalah Salafy Edisi Khusus/33/1420 H/1999 M Halaman 61-62 dan 64
* * *

Memutuskan perkara tidak dengan apa yang diturunkan Allah, masih Muslim ataukah Kafir keluar dari Islam?

Lajnah Daimah (Dewan Riset dan Fatwa) ditanya : “Orang yang memutuskan perkara tidak dengan apa yang diturunkan Allah, apakah dia masih muslim atau kafir akbar dan apakah diterima amalannya?”
Dewan menjawab :
Segala puji hanya milik Allah, semoga Shalawat dan salam tercurah kepada Rasul-Nya dan para sahabatnya, selanjutnya :
Allah Subhaanahu wa Ta’ala berfirman :
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
“Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang yang kafir.” (Al-Maidah : 44)
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang yang zalim.” (Al-Maidah : 45)
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang yang fasiq.” (Al-Maidah : 47)
Akan tetapi apabila dia menganggap halal perbuatan demikian, bahkan meyakini hal itu boleh, maka dia kafir, kufur akbar, zalim akbar, fasik akbar yang menyebabkan keluar dari Islam.
Adapun jika dia melakukan itu karena suap, atau tujuan tertentu, dan masih meyakini haramnya perbuatan tersebut, maka dia berdosa, dan dianggap kafir, kufur ashghar(kecil-pen) dan fasik ashghar, tidak mengeluarkannya dari Islam. Sebagaimana telah dijelaskan oleh ulama tentang tafsir ayat-ayat tersebut.
Wabillaahi taufiq. Semoga shalawat senantiasa Allah limpahkan kepada Nabi kita Muhammad, beserta keluarga dan para sahabatnya.
Sumber :  Halaman 159-160 Buku “TIDAK BERHUKUM DENGAN HUKUM ALLAH = KAFIR?” Judul Asli Fitnah Attakfiir karya Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Alih Bahasa Abu Muhammad Harits Abrar Thalib, Penerbit Pustaka Ar-Rayyan, Solo, 2005.
* * *

Fatwa Ulama tentang Berhukum dengan selain Hukum Allah

Al-’Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah Ta’ala berkata setelah menjelaskan sebab kesesatan: “Jika engkau telah mengetahui hal ini, maka tidak boleh membawa ayat-ayat ini kepada sebagian pemerintah kaum muslimin dan para hakim mereka yang berhukum dengan selain yang diturunkan Allah berupa undang-undang buatan manusia. Saya berkata: tidak boleh mengkafirkan mereka dan mengeluarkannya dari agama, jika mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.Walaupun mereka berdosa dengan sebab berhukum dengan selain yang diturunkan Allah. Sebab walaupun mereka seperti Yahudi dari sisi berhukum tersebut, namun mereka menyelisihinya dari sisi yang lain, yaitu keimanan mereka dan pembenaran mereka dengan apa yang diturunkan Allah. Berbeda dengan Yahudi yang kafir, mereka mengingkari (hukum Allah).”
Beliau berkata pula: “Kekufuran terbagai menjadi dua macam: kufur i’tiqadi dan amali. Adapun i’tiqadi tempatnya di hati, sedangkan amali tempatnya di jasmani. Barangsiapa yang amalannya kufur karena menyelisihi syariat dan sesuai dengan apa yang diyakini dalam hatinya berupa kekafiran, maka itu kufur i’tiqadi yang tidak diampuni Allah dan dikekalkan pelakunya dalam neraka selamanya. Adapun bila perbuatan tersebut menyelisihi yang diyakini dalam hati, maka dia mukmin dengan hukum Rabb-nya. Namun penyelisihannya dalam hal amalan, maka kekafiran adalah amali saja dan bukan kufur i’tiqadi. Dia berada di bawah kehendak Allah, jika Dia menghendaki maka disiksa dan jika Dia menghendaki maka diampuni. (lihat Silsilah Ash-Shahihah karya Al-’Allamah Al-Albani rahimahullah, 6/111-112)
Al-’Allamah Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah Ta’ala berkata:
“Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah karena meremehkan, atau menganggap hina, atau meyakini bahwa yang lainnya lebih mendatangkan kemaslahatan dan lebih bermanfaat bagi makhluk, atau yang semisalnya, maka dia kafir dan keluar dari Islam. Di antara mereka adalah orang yang membuat undang-undang untuk manusia yang menyelisihi syariat Islam agar dijadikan sebagai metode yang manusia berjalan di atasnya.
Karena mereka tidaklah meletakkan undang-undang yang menyelisihi syariat Islam tersebut melainkan mereka meyakini bahwa hal tersebut lebih bermaslahat dan bermanfaat bagi makhluk. Karena telah diketahui secara akal yang pasti dan secara fitrah bahwa tidaklah manusia berpaling dari suatu metode menuju metode yang lain yang menyelisihinya, melainkan dia meyakini adanya keutamaan metode yang dia condong kepadanya dan adanya kekurangan pada metode yang dia berpaling darinya.
Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah namun dia tidak merendahkan dan meremehkannya, dan tidak meyakini bahwa hukum yang selainnya lebih mendatangkan kemaslahatan bagi dirinya atau yang semisalnya, maka dia dzalim dan tidak kafir. Dan berbeda tingkatan kedzalimannya, tergantung yang dijadikan sebagai hukum dan perantaraan hukumnya.
Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah bukan karena merendahkan hukum Allah, tidak pula meremehkan dan tidak meyakini bahwa hukum yang lainnya lebih mendatangkan maslahat dan lebih manfaat bagi makhluknya atau semisalnya, namun dia berhukum dengannya karena adanya nepotisme terhadap yang dihukum, atau karena sogokan, atau yang lainnya dari kepentingan dunia maka dia fasiq dan tidak kafir. Dan berbeda pula tingkatan kefasiqannya, tergantung kepada ada yang dia jadikan sebagai hukum dan perantaraan hukumnya.”
Kemudian beliau berkata: “Masalah ini, yaitu masalah berhukum dengan selain apa yang diturunkan Allah, termasuk permasalahan besar yang menimpa para hakim (pemerintah) di jaman ini. Hendaklah seseorang tidak terburu-buru dalam memberi vonis (kafir) kepada mereka dengan apa yang mereka tidak pantas mendapatkannya, sampai jelas baginya kebenaran, karena masalah ini sangatlah berbahaya –kita memohon kepada Allah untuk memperbaiki pemerintahan muslimin dan teman dekat mereka–. Sebagaimana pula wajib atas seseorang yang Allah berikan kepadanya ilmu, untuk menjelaskan kepada mereka supaya ditegakkan kepada mereka hujjah dan keterangan yang jelas, agar seseorang binasa di atas kejelasan dan seseorang selamat di atas kejelasan pula. Jangan dia menganggap rendah dirinya untuk menjelaskan dan jangan pula dia segan kepada seorang pun, karena sesungguhnya kemuliaan itu milik Allah, Rasul-Nya dan milik kaum mukminin.” (Lihat Syarah Tsalatsatul Ushul, Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, hal. 158-159. Lihat pula kitab Fitnatut Takfir, hal. 98-103)
Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah
Mereka ditanya: “Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang diturunkan Allah apakah dia muslim atau kafir kufur akbar (yang mengeluarkan dari Islam) dan tidak diterima amalannya?’
Mereka menjawab:
Allah berfirman:
وَمَن لَّمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُوْنَ
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (Al-Maidah: 44)
وَمَن لَّمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْظَالِمُوْنَ
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka adalah orang-orang yang dzalim.” (Al-Maidah: 45)
وَمَن لَّمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُوْنَ
“Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (Al-Maidah: 47)
Namun apabila dia meyakini halalnya hal tersebut dan meyakini bolehnya maka ini kufur akbar, dzalim akbar dan fasiq akbar yang mengeluarkan dari agama.
Adapun jika dia melakukan itu karena sogokan atau karena maksud lain, dan dia meyakini haramnya hal tersebut, maka dia berdosa, termasuk kufur ashgar, dzalim ashgar, dan fasiq ashgar yang tidak mengeluarkan pelakunya dari agama. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut.
Semoga Allah memberi taufiq, dan shalawat serta salam dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para shahabatnya.
Atas nama:
Ketua: Abdul ‘Aziz bin Baz
Wakil ketua: Abdurrazzaq ‘Afifi
Anggota: Abdullah Ghudayyan
(Lihat Fitnatut Takfir, hal. 104-105)
Wallahul muwaffiq. [http://www.asysyariah.com)
Sumber artikel: http://kaahil.wordpress.com

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.