Ushul Fiqh: Mencari yang Terkuat di antara Beberapa Dalil (al-Tarjîh bayna al-Adillah)

Apabila terjadi pertentangan antara beberapa dalil; dan di antara dalil-dalil itu tidak ada yang lebih lebih kuat daripada yang lain, kasus seperti ini disebut sebagai al-ta’âdul. Al-Ta’âdul ini tidak akan terjadi pada dalil-dalil yang bersifat qath’iy. Sebab, tidak akan terjadi pertentangan di antara beberapa nash atau dalil yang qhath’iy. Juga tidak akan terjadi antara dalil yang qhath’iy dengan dalil yang zhanniy. Sebab, yang qhath’i harus didahulukan terhadap yanag zhanniy. Begitu juga al-ta’âdul ini tidak akan terjadi antar dalil-dalil yang zhanniy dilihat dari sisi fakta pensyari’atan  (al-wâqi’ al tasyrî’i), meskipun dilihat dari perkiraan manthiq bisa saja terjadi. Hanya saja hal ini bertentangan dengan fakta pensyari’atan. Karena dalil-dalil yang zhanniy apabila bertentangan dilihat dari seluruh sisi tanpa terdapat sesuatu yang menguatkan atau melebihkan salal satu diantaranya, maka dalam keadaan seperti ini tidak mungkin bisa mengamalkannya atau mengamalkan dalil dhanniy yang manapun juga.

Apabila mengamalkan seluruhnya sedangkan dalil-dalil tersebut bertentangan satu sama lainnya, maka hal ini sama saja dengan berkumpulnya sesuatu yang berlawanan dengan lawannya, dan  hal seperti ini jelas tidak mungkin terjadi.

Apabila kita mengamalkan salah satunya tanpa mengamalkan yang lainnya maka berarti merupakan pentarjihan tanpa adanya faktor yang menguatkannya, karena dalil-dalil tersebut bertentangan dalam seluruh aspeknya.

Apabila kita tidak mengamalkannya berarti nash dalil-dalil tersebut sia-sia (main-main), sedangkan adanya unsur kesia-siaan (main-main) dalam syari’at mustahil bagi Allah.

Berdasarkan penjelasan di atas maka al-ta’âdul sebenarnya tidak akan terdapat di antara dali-dalil syara’.

Sedangkan apabila terjadi pertentangan diantara dalil-dalil syara; dan ada sebagian dalil yang lebih kuat dari yang lainnya, maka kasus seperti ini disebut al-tarjîh. Yaitu menguatkan salah satu diantara dua dalil terhadap yang lainnya untuk agar bisa diamalkan. Secara bahasa,  al-tarjîh berarti mencondongkan (al-tamyîl) dan mengalahkan (al-taghlîb).

Al-Tarjîh hanya ada pada dalil-dalail yang zhanniy. Tidak bisa terjadi dalam dalil-dalil yang qhath’iy, karena tidak akan terjadi pertentangan di antara dali-dalil yang qhathiy.

Mengkompromikan Dalil yang Kelihatan Bertentangan (al-Jam’ bayn al-Adillah)

Yang menjadi asal adalah mengkompromikan di antara berberapa dalil yang kelihatannya bertentangan (al-jam’ bayn al-adillah), yakni mengamalkan kedua dalil (yang kelihatannya bertentangan). Apabila hal itu memungkinkan, maka itulah asalnya (yang harus di ambil). Jika tidak memungkinkan maka baru kita berpegang kepada al-tarjîh, karena mengamalkan kedua dalil yang bertentangan lebih utama daripada meninggalkannya.

Berikut ini kami akan menuturkan sebagian keadaan yang mengharuskan pengamalan diantara dua dalil kemudian setelah itu baru akan dipaparkan tantang kondisi-kondisi al-tarjîh.
Kompromi diantara dua dalil - mengamalkan dua dalil :

1. Apabila Rasulullah saw mengerjakan suatu pekerjaan kemudian pada kesempatan lain Rasul mengerjakan pekerjaan lain yang berlawanan dengannya. Kasus seperti ini menunjukan bahwa aktifitas tersebut hukumnya ibahah (boleh dilakukan, boleh ditinggalkan), seperti :
  1. Menerima Hadiah.
عَنْ عِيَاضِ بْنِ حِمَارٍ أَنَّهُ أَهْدَى لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هَدِيَّةً لَهُ أَوْ نَاقَةً فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَسْلَمْتَ قَالَ لَا قَالَ فَإِنِّي نُهِيتُ عَنْ زَبْدِ الْمُشْرِكِينَ

Diriwayatkan dari Iyad bin Himar bahwasannya Rasulullah tidak pernah menerima hadiah dari seoarng kafir setelah beliau bertanya, “Apakah engkau akan masuk islam?” Orang kafir itu menjawab, “Tidak.” Rasul bersabda, “Sesungguhnya aku telah dilarang menerima hadiah dari kaum musyrikin.248

Namun ada juga riwayat shahih yang menceritakan bahwa Rasulullah saw pernah menerima hadiah dari al-Najasyi, Akidar Daumah, dan Muqauqis. Hal ini dikuatkan dengan perkataan Aisyah bahwa Rasulullah saw suka menerima hadiah dan membalasnya.

Mengkompromikan antara kedua dalil tersebut menurut pendapat kami adalah bahwa menerima hadiah itu hukumnya mubah.

b. Ketika dilewati jezanah

اخرج الطبرانى في الأوسط أن جنازة مرت على ابن عباس والحسن بن على, فقام أحدهما وقعد الأخر. فقال القائم للقاعد أليس قد قام رسول الله فقال بلى وقعد

Al-Thabrani mengeluarkan suatu hadits dalam al-Awasth bahwa suatu ketika ada    jenazah yang melewati Ibnu Abbas dan Hasan bin Ali, kemudian salah satu di antara keduanya berdiri, dan yang lainnya duduk. Orang yang berdiri berkata kepada orang yang duduk : “Bukankan Rasulullah saw ketika dilewati jenazah suka berdiri?” Orang yang duduk menjawab. “Benar, tapi juga beliau pernah duduk. 249.

Maka dari peristiwa itu kita bisa memahami adanya hukum mubah untuk berdiri dan duduk ketika melihat jenazah lewat.

c.   Meminta pertolongan orang kafir

Diriwayatkan dari al-Zuhri bahwa Nabi saw pernah meminta pertolongan kepada sekelompok orang Yahudi pada saat perang Khaibar. Kemudian beliau  memberikan harta rampasan perang kepada mereka.250.

Diriwayatkan dari Aisyah bahwa a Rasulullah saw keluar menuju arah Badar, ketika Rasulullah telah sampai di Hurrah al-Wabrah, beliau ditemui oleh seorang lelaki yang dikenal pemberani dan ahli perang. Sehingga sahabat Rasulullah saw merasa gembira ketika melihatnya. Ketika laki-laki itu menyusul Rasulullah saw, dia berkata: “Aku datang untuk mengikutimu dan berperang bersamamu”. Kemudian beliau bersabda kepadanya: “Apakah engkau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya? Dia berkata: “Tidak”. Beliau bersabda: “Kembalilah kamu aku tidak akan meminta pertolongan kepada orang musyrik“. Aisyah berkata: kemudian Rasululllah saw melanjutkan perjalanannya. Ketika beliu sampai di suatu pohon, beliau disusul kembali oleh laki-laki tadi dan berkata sebagaimana perkataannya yang pertama. Rasulullah saw pun menjawab seperti jawabannya sebelumnya. Kemudian Rasulullah saw kembali dan si laki-laki tadi menyusul beliau di al-Baida. Beliau pun bertanya kepada laki-laki itu, “Apakah engkau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?” Laki-laki itu menjawab : “Benar”. Kemudian beliau bersabda, “Berangkatlah engkau berperang bersama kami”.251.

Dalam salah satu hadits di atas, Rasulullah saw menerima orang kafir untuk berperang dalam barisan kaum muslimin di bawah bendera Islam. Dalam hadits yang lain Rasulullah menolaknya.
Maka dari kedua hadits tersebut dapat dipahami bahwa meminta pertolongan kepada orang-prang kafir untuk berperang di dalam barisan kaum muslimin di bawah panji islam, hukumnya mubah.

Ini berbeda dengan meminta pertolongan kepada orang kafir di bawah bendera mereka. Yaitu bendera kafir. Maka hal ini tidak boleh. Hal ini disadarkan kepada sabda Rasululllah saw:

لَا تَسْتَضِيئُوا بِنَارِ الْمُشْرِكِينَ

Janganlah kalian meminta penerangan dengan apinya orang-orang musyrik..252

Kata al-nâr (api) di sini adalah kinâyah dari al-kiyân (institusi). Suatu kabilah akan menyalakan api sebagai isyarat pengumuman atas peperangan. Meminta penerangan dengan api orang-orang musyrik berarti berperang di bawah bendera mereka. Inilah yang diharamkan.

Hal ini dikuatkan dengan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hamid Al Saaidi, dia berkata bahwa Rasulullah saw keluar menuju peperangan. Ketika beliau meninggalkan Tsaniyyah al-Wadâ’ tiba-tiba ada sekelompok orang. Beliau bertanya, “Siapa mereka ?” Para sahabat menjawab, “Mereka adalah Yahudi Banu Qainuqa. Yaitu kelompok Abdullah bin Salam”. Rasul bertanya lagi: “Apakah mereka sudah masuk Islam?” Para Sahabat berkata, “Belum.” Kemudian Rasulullah saw memerintahkan mereka supaya kembali seraya bersabda: Sesungguhnya kami tidak akan meminta pertolongan kepada orang-orang musyrik, maka masuk Islamlah kalian.253.

Bani Qainuqa  tersebut mau keluar untuk berperang di bawah bendera mereka. Adapun permintaan tolong Rasulullah kepada sekelompok Yahudi pada saat perang Khaibar, maka kelompok Yahudi tersebut mau berperang di bawah bendera kaum muslimin sebagaimana telah ditetapkan di dalam sirah.

2.      Apabila Rasulullah saw mengatakan suatu perkataan, kemudian melakukan suatu pekerjaan yang bertentangan dengan perkataannya. Maka pekerjaan itu khusus bagi beliau, sedangkan perkataannya merupakan penjelasan bagi kita. Contohnya:
  1. Hukum menyentuh wanita setelah berwudhu
Diriwayatkan dari Umar bahwa Rasulullah saw berkata:

القبلة من اللمس فتوضئوا منها

“Mencium itu termasuk bersentuhan, maka wudhulah kalian karenanya254.

Aisyah berkata:

Sesungguhnya Nabi saw pernah mencium sebagian istri-istrinya kemudian beliau shalat dan tidak wudhu dulu255.

Maka tidak berwudhu setelah mencium adalah khusus bagi Rasulullah saw. Sedangkan berwudhu karena mencium adalah seruan bagi kita(umatnya).

b. Batasan jumlah wanita yang boleh dipoligami

Diriwayatkan dari Qais bin al-Haris, dia berkata: aku telah masuk Islam sedangkan aku memiliki delapan istri. Kemudian aku datang kepada Rasul saw dan aku menceritakan tentang istri-istriku. Kemudian Rasul bersabda: “Engkau harus memilih empat dari mereka”256.

Sementara itu telah disebutkan dalam riwayat yang shahih bahwa Rasulullah saw menikahi sembilan orang istri257.

Maka itu menunjukan bahwa menikahi lebih dari empat istri secara bersamaan adalah khusus bagi Rasulullah saw.

3.      Apabila Rasulullah mengatakan suatu perkataan kemudian mengatakan perkataan lain yang kelihatannya bertentangan dengan perkataan pertama, maka harus ada upaya mengkompromikan di antara kedua perkataan tsb dengan cara yang memungkinkan. Seperti sabda Rasulullah saw:

ثم يفشو الكذب حتى يشهد الرجل قبل أن يستشهد

“Kemudian kelak akan menyebar luaslah kebohongan, sehingga seorang manusia akan bersaksi sebelum diminta untuk jadi saksi”258.

Dalam hadits yang lain Rasullah saw bersabda:

ألا أخبركم بخير الشهود فقيل نعم فقال ان يشهد الرجل قبل ان يستشهد

“Apakah tidak perlu aku beritakan kepada kalian tentang saksi-saksi yang paling baik”. Para sahabat berkata : “Tentu saja harus”. Rasul bersabda: yaitu apabila sorang manusia bersaksi sebelum diminta untuk menjadi saksi.259.

Cara mengkompromikan kedua hadits tsb adalah sebagai berikut: hadits yang pertama yaitu orang yang bersaksi sebelum diminta untuk menjadi saksi. Inilah persaksian yang dicela di dalam hadits. Hal ini dihubungkan kepada persaksian pada masalah hak sesama manusia sebelum diminta menjadi saksi. Sedangkan hadits yang kedua yaitu tentang persaksian yang dipuji adalah tentang orang yang bersegera menjadi saksi dihubungkan pada hak Allah.

4.      Apabila terdapat  lafadz yang mujmal dan dijelaskan oleh Rasulullah saw dengan perkataan dan perbuatan yang bertentangan. Contohnya sabda Rasulullah saw setelah ayat haji: “Barang siapa yang menyertakan haji terhadap umrah (melaksanakan hajji qiron) hendaklah dia berthowaf satu kali dan bersa’i satu kal260.

Dan diriwayatkan juga bahwa Rasulullah saw pernah melakukan haji qiran kemudian Thawaf dan sa’i masing-masing dua kali.261

Maka cara mengkompromikan dua kadits tersebut adalah seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya tentang mujmal dan mubayyin.

5.      Al-Muhkam wa al-Mutasyâbih.

Al-Muhkam adalah induk bagi al-Mutasyâbih,  Allah berfirman:

هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آَيَاتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ

Dia-lah yang menurunkan al-Kitab (al-Qur’an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi al-Qur’an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihat (QS Ali Imran [3]: 7).

Apabila terdapat dua ayat yang satu muhkam dan satunya lagi mutasyabih maka yang mutasyabih harus ditafsirkan dengan yang muhkam. Contohnya firman Allah:

فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki (QS Ali Imran [3]: 7).

Kata wa arjulakum bisa juga dibaca wa arjulikum (nashab dan jar). Apabila dibaca nashab, maka pasti di-athf-kan terhadap kata: fa [i]aghsilû (maka basuhlah). Apabila dibaca jar, maka di-jar-kan dengan sebab mujâwarah (bersandingan dengan yang jar), juga mungkin di-athf-kan terhadaf kata: Wamsahû (usaplah). Dengan kata lain apabila dibaca nashab, berarti kaki harus dibasuh (muhkam). Apabila dibaca jar, berarti kaki harus diusap (mutasyâbih). Karena itu bacaan makna jar harus ditasirkan dengan bacaan makna nashab sehingga kaki itu harus dibasuh.

(Sumber: Syekh ‘Atha bin Kholil, Amir Hizbut Tahrir: Taysîr al-Wushûl ilâ al Ushûl)


248 Al tirmidzi :1504, Abu Daud :2657, Ahmad : 16735.

249 Telah ditakhrij pada no: 28.

250 At Tirmidzi :4/127 no 1558

251 Muslim:1817, Al Tirmidzi:1558.

252 An Nasaai : 5114, Ahmad: 11516.

253 Abu Daud:2356, Ibnu Majah :2822, Ad Darimi: 2385, Ahmad:15203,23250.

254 diriwayatkan oleh Malik, Syafii dan Baihaki:1/124.

255 Bukhori:1972, An nasaai:170, Ibnu Majah: 496.

256 Abu Daud:2241, Ibnu Majah:1952.

257 diriwayatkan dari Anas bahwa Rasulullah saw senantiasa menggilir di antara istri-istrinya sebanyak 9 wanita.. Al Bukhori: 260,275, Muslim:2656. Dari Anas bin Malik dia berkata tidak pernah tersisa pada waktu sore pada keluarga Muhammad saw satu sha beras atau biji-bijian padahal Rasul mempunyai 9 orangistri, Al Bukhori:1928, At Tirmidzi: 1136.

258 Muslim: 4602, Ahmad:6836, At Tirmidzi:2091,2225, Ibnu Majah:2354.

259 Ibnu Majah:2355, Ahmad:20698. Dan terdapat dalam shohih Muslim bab menerangkan saksi-saksi yang paling baik.

260 telah ditakhrij pada no. 226

261 telah ditakhrij pada no. 227

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.