Abu Sufyan Bin Harits


Abu Sufyan adalah anak paman Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. yang paling dekat. Karena Al-Harits, ayah kandung Abu Sufyan, dengan Abdullah ayahanda Rasululah Shallallahu alaihi wassalam. adalah kakak beradik dari putra Abdul Muthallib. Di samping itu, Abu Sufyan adalah saudara susuan Rasululah. Kedua-duanya disusui oleh Halimatus Sa’diyah secara bersama-sama. Setelah itu keduanya menjadi kawan bermain yang saling mengasihi dan sahabat terdekat bagi Rasulullah sebelum kenabian. Abu Sufyan adalah salah seorang yang sangat mirip dengan Rasulullah. Maka, hubungan keluarga mana lagi yang lebih dekat dan kuat dari hubungan Muhammad bin Abdullah dengan Abu Sufyan?

Karena hubungan yang demikian erat itulah, kebanyakan orang menyangka bahwa Abu Sufyan adalah orang yang paling dahulu menerima seruan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam, dan yang paling cepat mempercayai serta mematuhi ajarannya dengan setia. Namun, yang terjadi justru sebaliknya, ia menjadi penentang Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.

Ketika Rasululah Shallallahu alaihi wassalam. mulai berdakwah secara terang-terangan, Abu Sufyan menjadi penunggang kuda yang terkenal. Di samping itu, ia adalah penyair yang berimajinasi tinggi dan berbobot. Dengan kedua keistimewaannya itulah, Abu Sufyan tampil memusuhi dan memerangi dakwah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Ia berusaha dengan segala daya dan upaya untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin. Bila kaum Quraisy menyalakan api peperangan melawan Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan kaum muslimin, Abu Sufyan selalu turut mengobarkannya dan setiap penganiayaan yang dilancarkannya selalu membawa malapetaka besar bagi kaum muslimin.

Sementara itu, setan penyair Abu Sufyan selalu membangunkan dan mempergunakan lidahnya untuk menyindir Rasulullah dengan kata-kata tajam, kotor, dan menyakitkan.

Abu sufyan terus-menerus memusuhi Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. berkelanjutan hingga masa dua puluh tahun. Selama masa itu, dia tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan meneror Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan kaum muslimin. Tidak berapa lama sebelum penaklukan Mekah, seorang saudara Abu Sufyan menulis surat kepadanya, mengajak masuk Islam sebelum Mekah ditaklukkan. Ajakan saudaranya itu diterimanya, maka dia pun masuk Islam. Tepati, buku-buku sejarah mencatat kisah macam-macam tentang Islamnya Abu Sufyan. Karena itu, marilah kita dengarkan dia menceritakan kisahnya sendiri. Ingatannya tentu lebih dalam, sifatnya lebih terperinci dan lebih benar.

Ketika Islam sudah berdiri teguh dan kuat, gencarlah berita bahwa Rasulullah akan datang menaklukkan Mekah. Sementara itu, bumi yang terbentang luas semakin sempit terasa bagiku. Aku bertanya kepada diriku sendiri, “Hendak ke mana kau? Siapa temanku? Dan, dengan siapa aku?”

Kemudian, aku panggil istri dan anak-anakku, lalu kukatakan, “Bersiaplah kalian untuk mengungsi dari Mekah ini, karena tidak lama lagi tentara Muhammad akan tiba. Aku pasti akan dibunuh oleh kaum muslimin. Hal itu tidak mustahil terjadi jika mereka menemukan aku. “

Mereka menjawab, “Apakah belum tiba juga masanya bagi Bapak untuk menyaksikan bangsa-bangsa Arab dan bukan Arab tunduk patuh dan setia kepada Muhammad dan agamanya, sedangkan Bapak senantiasa memusuhinya. Seharusnya Bapaklah orang yang pertama-tama memperkuat barisan Muhammad dan membantu segala kegiatannya.”

“Istri dan anak-anakku senantiasa membujukku masuk Islam, sehingga akhirnya Allah melapangkan dadaku menerimanya.”

“Saya bangkit dan berkata kepada pelayanku, Madzkur, ‘Siapkan bagi kami unta dan kuda.’ Lalu, anakku Ja’far kubawa bersama-sama denganku. Kami mempercepat jalan menuju Abwa’, yaitu daerah antara Mekah dan Madinah. Kami mendapat kabar bahwa Muhammad telah sampai di sana dan menduduki tempat itu dan di sana aku masuk Islam. Ketika kami hampir tiba, aku menyamar, sehingga tidak seorang pun mengenalku, lalu aku menyatakan Islam di hadapan beliau.”

“Aku meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki. Setalah satu mil aku berjalan, aku bertemu dengan pasukan perintis kaum muslimin menuju Mekah. Pasukan demi pasukan lewat. Aku menghindar dari jalan mereka, karena khawatir ada di antara mereka yang mengenalku.”

“Lalu, terlihat olehku Rasulullah berada di tengah-tengah pasukan pengawalnya. Aku memberanikan diri menemuinya sampai aku tegak berhadapan muka dengannya. Lalu, kubuka topeng dari wajahku, setelah dia melihat dan mengenalku, dia memalingkan muka dariku ke arah lain. Aku pun pindah berdiri ke arah dia melihat, tetapi dia berpaling pula ke arah lain. Aku tetap mengejar sehingga hal seperti itu terjadi beberapa kali.”

“Aku tidak pernah ragu, jika aku mendatangi Rasulullah, beliau akan gembira dengan keislamanku. Dan, para sahabat akan gembira pula karena nabinya gembira. Tetapi, ketika kaum muslimin melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. berpaling dariku, mereka pun memperlihatkan muka masam dan semuanya memalingkan muka dariku.”

“Aku bertemu dengan Abu Bakar, tetapi dia memalingkan mukanya dariku. Aku memandang kepada Umar bin Khattab dengan pandangan lembut, tetapi Umar melongos dengan cara yang menjengkelkan. Bahkan, ada seorang Anshar berkata dengan semangat kepadaku, ‘Hai Musuh Allah! Engkau telah banyak menyakiti Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. dan para sahabat. Kejahatanmu telah sampai ke ujung timur dan barat permukaan bumi ini’.”

Orang Anshar ini semakin mengeraskan suaranya memaki-makiku, sehingga kaum muslimin menyorotkan pandangan menghina kepadaku, tetapi aku gembira dengan cemoohan yang sedang kualami. Sementara itu, aku melihat pamanku, Abbas. Aku mendekatinya seraya berkata, “Wahai paman! Aku berharap semoga Rasulullah gembira karena aku masuk Islam, sebagai famili dekat baginya, yang paman mengetahui seluruhnya. Tolonglah paman bicarakan dengannya (Muhammad) mengenai maksudku.”

Jawab Abbas, “Demi Allah, saya tidak berani satu kalimat pun bicara dengannya setelah kulihat dia memalingkan muka darimu. Kecuali, bila datang kesempatan lain yang lebih baik, akan saya coba.”

“Sekarang kepada siapa akan paman serahkan aku?’ tanyaku.”

Jawab Abbas, ”Saya tidak berwenang apa-apa selain yang engkau dengar.”

“Aku sungguh susah dan sedih karena jawaban paman Abbas kepadaku. Tidak lama kemudian aku melihat adik sepupuku, Ali bin Abi Thalib. Maka, kubicarakan dengannya maksudku. Ali pun menjawab seperti jawaban paman Abbas.”

“Aku kembali menemui paman Abbas. Aku berkata, ‘Jika paman tidak sanggup membujuk Rasulullah mengenai diriku, tolong cegah orang-orang itu mengejekku, atau yang menghasut orang lain mengejekku’. “

Abbas bertanya, “Siapa orangnya? Sebutkan ciri-cirinya kepadaku.”

“Maka, kuterangkan ciri-ciri orang itu kepada paman Abbas. Ia lalu berkata, ‘Oh, itu adalah Nu’aiman bin Harits an-Najjary’.”

Abbas kemudian mendatangi orang tersebut seraya berkata, “Hai Nu’aiman! Sesungguhnya Abu Sufyan itu adalah anak paman Rasulullah, dan anak saudaraku. Seandainya Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. marah hari ini kepadanya, barangkali besok beliau rida kepadanya. Karena itu, janganlah mencela Abu Sufyan.”

“Ketika Rasulullah berhenti di Jahfah, saya duduk di muka pintu rumahnya bersama anakku, Ja’far. Ketika beliau keluar rumah, beliau melihatku, tetapi dia tetap memalingkan muka dariku. Tetapi, aku tidak putus asa untuk mendapatkan ridanya. Setiap kali dia keluar masuk rumah, aku senantiasa duduk di muka pintu. Sedangkan anakku, Ja’far, kusuruh berdiri di dekatku. Dia tetap memalingkan muka bila melihatku. Lama juga kualami keadaan seperti ini, hingga akhirnya aku merasa susah sendiri.”

“Lalu, aku berkata kepada isteriku, ‘Demi Allah, bila aku dan anakku ini pergi mengasingkan diri sampai kami mati kelaparan dan kehasusan, tentu Rasulullah akan meridaiku’.”

“Tatkala berita mengenai diriku itu sampai kepada Rasulullah, beliau merasa kasihan. Ketika beliau keluar dari kubah untuk pertama kali beliau memandang lembut kepadaku. Aku berharap semoga beliau tersenyum melihatku.”

“Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. memasuki kota Mekah. Aku turut dalam rombongan pasukan beliau. Belau langsung menuju masjid, aku pun segera mendampingi dan tidak berpisah semenit pun dengannya.”

Saat terjadi perang Hunein seluruh kabilah Arab bersatu padu, persatuan Arab yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk memerangi Rasulullah dan kaum muslimin. Mereka membawa perlengkapan perang dan jumlah tentara yang cukup banyak. Bangsa Arab bertekad hendak membuat perhitungan kalah atau menang dengan kaum muslimin dalam perang kali ini.

Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. menemui musuh hanya dengan beberapa pasukan. Aku turut dalam rombongan pasukan pengawal beliau. Tatkala kulihat jumlah tentara musyrikin sangat besar, aku berkata kepada diriku, “Demi Allah, hari ini aku harus menebus segala dosa-dosaku yang telah lalu karena memusuhi Rasulullah dan kaum muslimin. Hendak kubaktikan kepada beliau amal yang diridai Allah dan Rasul-Nya.”

Ketika pasukan telah berhadap-hadapan, kaum musyrikin dengan jumlah tentaranya yang banyak berhasil mendesak mundur kaum muslimin, sehingga banyak di antara kaum muslimin yang lari dari samping Nabi Shallallahu alaihi wassalam. Hampir saja menderita kekalahan yang tidak diinginkan. “Demi Allah, aku tetap bertahan di samping beliau di tengah-tenah medan tempur. Beliau tetap berada di atas keledainya yang berwarna keabu-abuan, teguh bagaikan sebuah bukit yang terhunjam dalam ke bumi. Dengan pedang terhunus ditebasnya setiap musuh yang datang mendekat, bagaikan seekor singa jantan menghadapi mangsanya. Melihat Rasulullah seorang diri, aku melompat dari kudaku dan kupatahkan sarung pedangku. Hanya Allah yang tahu, ketika itu aku ingin mati di samping Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. Pamanku, Abbas, memegang kendali keledai Nabi pada sebuah sisi, dan berdiri di sampingnya, sedangkan aku memegang kendali keledai itu pada sisi yang lain dan berdiri pula di sebelahnya. Tangan kananku memegang pedang untuk melindung Nabi, sedang tangan kiriku memegang kendali kendaraan beliau.”

“Ketika Rasulullah melihat perlawananku yang mematikan musuh, beliau bertanya kepada paman Abbas, ‘Siapa ini paman’?”

Abbas menjawab, “Ini saudara Anda, anak paman Anda, Sufyan bin Harits. Ridakanlah dia, ya Rasulullah.”

Beliau menjawab, “Sudah kuridai. Dan, Allah telah mengampuni segala dosanya.”

“Hatiku bagai terbang kegirangan mendegar Rasulullah rida mengampuni segala dosa-dosaku. Lalu, kuciumi kaki beliau yang terjuntai di kendaraan. Beliau menoleh kepadaku seraya berkata, ‘Saudaraku, demi hidupku, majulah menyerang musuh’.”

“Ucapan Rasululalh sungguh membangkitkan keberanianku. Lalu, kuserang kaum musyirikin sampai mereka mundur. Kukerahkan kaum muslimin mengejar mereka sejauh lebih kurang satu farsakh (1 farsakh = 8 km). Kemudian, kami kucar-kacirkan barisan mereka setiap arah.”

Semenjak perang Hunain, Abu Sufyan bin Harits merasakan nikmat dan keindahan rida Nabi Shallallahu alaihi wassalam. kepadanya. Dia merasa bahagia dan mulia menjadi sahabat beliau. Meski demikian, Abu Sufyan tidak berani mengangkat pandangannya ke wajah Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. selama-lamanya, karena malu mengingat masa silamnya yang kelabu.

Abu Sufyan memendam rasa penyesalan yang dalam di hatinya, berhubung dengan masa hitam jahiliah yang menutupnya dari cahaya Allah, dan melempar jauh-jauh kitabullah. Maka, dia sekarang bagaikan tengkurap di atas mushaf Alquran siang malam, membaca ayat-ayat, mempelajari hukum-hukum, dan merenungkan pengajaran-pengajaran yang terkandung di dalamnya. Dia berpaling dari dunia dan segala godaannya, menghadap kepada Allah semata-mata dengan seluruh jiwa dan raganya. Pada suatu ketika Rasulullah melihatnya dalam masjid, lalu beliau bertanya kepada Aisyah ra. “Hai Aisyah, tahukah kamu siapa itu?”

“Tidak, ya Rasululah,” jawab Aisyah.

“Dia adalah anak pamanku, Abu Sufyan bin Harits, perhatikanlah dia yang paling dahulu masuk masjid dan paling belakang keluar. Pandangannya tidak pernah beranjak dan tetap menunduk ke tempat sujud,” kata beliau.

Ketika Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam. meninggal, Abu Sufyan sedih bagaikan seorang ibu kehilangan putra satu-satunya. Dia menangis seperti seorang kekasih menangisi kekasihnya, sehingga jiwa penyairnya kembali memantulkan rangkuman sajak yang memilukan dan menyanyat hati setiap pembaca atau pendengarnya.

Pada zaman pemerintahan Umar al-Faruq (Umar bin Khattab) , Abu Sufyan merasa ajalnya sudah dekat. Lalu, digalinya kuburan untuk dirinya sendiri. Tidak lebih tiga hari setelah itu, maut datang menjemputnya, seakan sudah berjanji sebelumnya.

Dia berpesan kepada istri dan anak-anaknya, “Kalian sekali-kali jangan menangisiku. Demi Allah! Aku tidak berdosa sedikit pun sejak aku masuk Islam.” Lalu, ruhnya yang suci pergi ke hadirat Allah.

Khalifah Umar bin Khattab turut menyalatkan jenazahnya. Beliau menangis kehilangan Abu Sufyan bin Harits, sahabat yang mulia.

Sumber :
- Shuwar min Hayaatis Shahabah, karya Doktor ‘Abdurrahman Ra’fat Basya.

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.