Kaum muslimin dalam bulan Romadhon diberikan media dan sarana oleh Allah untuk bertakwa. Kemudahan-kemudahan yang ada disana membuat kaum muslimin menanti dan mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin agar dapat mencapai apa yang dicita-citakannya dari pengampunan dan keridhoan Allah. Oleh karena sudah menjadi satu kewajiban bagi kita semua untuk mempersiapkan dan membekali diri dengan ilmu dan pengetahuan tentang amalan yang dapat dilakukan di bulan tersebut. Tentunya semua itu dengan dasar ikhlas dan mengikuti contoh Rasulullah, karena tanpa keduanya amalan kita hanya sekedar isapan jempol saja tidak ada artinya.

Diantara amalan tersebut adalah I’tikaf, Zakat Fithroh dan Hari Raya (Ied) sebagai amalan di penghujung jumpa kita dengan bulan Romadhon yang penuh barokah. Mudah-mudahan penjabaran dua masalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

I’TIKAF

Makna I’tikaf

I’tikaf berasal dari bahasa Arab yang bermakna berdiam diri pada sesuatu. Kata ini dipakai juga untuk ibadah dengan tinggal dan menetap di masjid untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Pelaku ibadah ini dinamakan Mu’takif atau ‘Aakif.

Hikmah I’tikaf

Adapun hikmahnya berkata ibnul Qayim: Ketika perbaikan dan keistiqomahan hati dalam berjalan menuju Allah tergantung konsentrasinya terhadap Allah dan kesatuan kekuatannya dalam menghadap Allah secara penuh. Lalu jika hati terpecah tidak dapat disatukan kecuali dengan menghadap kepada Allah, padahal kelebihan makan dan minum, kelebihan bergaul dengan manusia, banyak ngomong dan tidur menambah hati berantakan dan memporak porandakannya serta memutus atau melemahkan atau mengganggu dan menghentikan hati dari jalan kepada Allah. Maka rahmat Allah kepada hambaNya menuntut disyariatkan puasa untuk mereka. Puasa yang dapat menghilangkan kelebihan makan dan minum dan mengosongkan hati dari campuran syahwatyang menghalangi jalan kepada Allah. Allah mensyariatkannya sesuai dengan kemaslahatan yang dapat bermanfaat bagi hamba didunia dan akheratnya. Tentunya hal ini tidak merugikan dan memutus kemaslahatan dunia dan akheratnya seorang hamba. Kemudian mensyariatkan mereka I’tikaf yang tujuan dan intinya adalah hati tinggal menghadap Allah, menyatukan kekuatannya, berkholwat dengan Nya, menghilangkan kesibukan dengan makhluk dan hanya sibuk menghadap Allah saja.

Pensyariatannya

I’tikaf disyariatkan Allah dalam firmanNya:

أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسُُ لَّكُمْ وَأَنتُمْ لِبَاسُُ لَّهُنَّ عَلِمَ اللهُ أَنَّكُمْ كُنتُمْ تَخْتَانُونَ أَنفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنكُمْ فَالْئَانَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَاكَتَبَ اللهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ اْلأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى الَّيْلِ وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ تِلْكَ حُدُودُ اللهِ فَلاَ تَقْرَبُوهَا كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ ءَايَاتِهِ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ

“Dihalalkan bagi kamu pada malam hari shiyam bercampur dengan isteri-isteri kamu, mereka itu adalah pakaian, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah shiyam itu sampai malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, supaya mereka bertaqwa.” (QS. Al Baqoroh: 187)

Demikian juga hal ini diolakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dikisahkan oleh hadits di bawah ini.

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

“Nabi beri’tikaf di sepuluh akhir dari romadhon sampai wafat kemudian istri-istri beliau beri’tikaf setelahnya.” (Bukhori 1886)

I’tikaf adalah ibadah yang disunnahkan untuk dilakukan pada bulan Romadhon dan selainnya, baik didahului dengan puasa atau tidak, akan tetapi yang paling utama di bulan Ramadhon dan disepuluh hari terakhir sebagaimama dijelaskan hadits-hadits berikut ini.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ فِي الْعَشْرِ الْأَوْسَطِ مِنْ رَمَضَانَ فَاعْتَكَفَ عَامًا حَتَّى إِذَا كَانَ لَيْلَةَ إِحْدَى وَعِشْرِينَ وَهِيَ اللَّيْلَةُ الَّتِي يَخْرُجُ مِنْ صَبِيحَتِهَا مِنْ اعْتِكَافِهِ قَالَ مَنْ كَانَ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفْ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ

“Sesungguhnya Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam telah beri’tikaf disepuluh hari pertengahanromadhon lalu I’tikaf pada tahun tersebut sampai pada malam keduapuluh satu yaitu malam beliau keluar I’tikaf dipaginya beliau berkata barang siapa yang beri’tikaf bersamaku maka hendaklah beri’tikaf di sepuluh terakhir.” (Bukhori 1887) dan perintah dan persetujuan beliau kepada Umar dalam hadits:

عَنْ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي نَذَرْتُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ أَنْ أَعْتَكِفَ لَيْلَةً فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْفِ نَذْرَكَ فَاعْتَكَفَ لَيْلَةً

“Dari Umar bin Khothab beliau berkata: Wahai Rasululloh saya pernah bernazar di zaman jahiliyah untuk I’tikaf satu malam di masjid haram. Lalu beliau menjawab: Tunaikan nazarmu. Lalu Umar beri’tikaf semalam.”

Syarat dan Tempatnya

I’tikaf hanya boleh dilakukan di masjid dan tidak keluar darinya kecuali hajat dan darurat. Tidak boleh dilakukan pada selain masjid. Sebagaimana firman Allah:

وَلاَ تُبَاشِرُوهُنَّ وَأَنتُمْ عَاكِفُونَ فِي الْمَسَاجِدِ

“Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf dalam mesjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.” (QS. Al Baqoroh: 187)

Hal-Hal yang Diperbolehkan Dalam I’tikaf

1. Boleh keluar masjid karena hajat dan boleh juga mengeluarkan kepalanya keluar masjid untuk dicuci atau disisiri. Aisyah berkata:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اعْتَكَفَ يُدْنِي إِلَيَّ رَأْسَهُ فَأُرَجِّلُهُ وَكَانَ لَا يَدْخُلُ الْبَيْتَ إِلَّا لِحَاجَةِ الْإِنْسَانِ

“Nabi jika beri’tikaf mengeluarkan kepalanya kepada saya lalu saya sisiri, dan beliau tidak keluar kecuali untuk hajat (kebutuhan).” (Muslim)

2. Dibolehkan berwudhu di masjid.

3. Boleh membuat kemah kecil atau kamar kecil dengan kain di bagian belakang masjid sebagai tempat beri’tikaf, sebagaimana Aisyah membuat kemah kecil untuk Nabi beri’tikaf.

4. Dibolehkan meletakkan kasur atau dipan dalam I’tikaf, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Umar dari Nabi, bahwa beliau jika beri’tikaf disiapkan atau diletakkan kasur atau dipan di belakang tiang taubah. (Hadits ini sanadnya hasan, diriwayatkan Ibnu najah dalam Zawaaid Sunan-nya)

5. Boleh mengantar istrinya yang mengunjunginya di masjid sampai pintu masjid. Dengan dalil:

أَنَّ صَفِيَّةَ زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَخْبَرَتْهُ أَنَّهَا جَاءَتْ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَزُورُهُ فِي اعْتِكَافِهِ فِي الْمَسْجِدِ فِي الْعَشْرِ الْأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ فَتَحَدَّثَتْ عِنْدَهُ سَاعَةً ثُمَّ قَامَتْ تَنْقَلِبُ فَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَهَا يَقْلِبُهَا حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ بَابَ الْمَسْجِدِ عِنْدَ بَابِ أُمِّ سَلَمَةَ مَرَّ رَجُلَانِ مِنْ الْأَنْصَارِ فَسَلَّمَا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ لَهُمَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رِسْلِكُمَا إِنَّمَا هِيَ صَفِيَّةُ بِنْتُ حُيَيٍّ فَقَالَا سُبْحَانَ اللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَبُرَ عَلَيْهِمَا

Shofiyah berkata bahwa beliau datang menziarahi nabi dalam I’tikaf beliau di sepuluh akhir romadhon lalu berbincang-bincang dengan beliau beberapa saat, kemudian bangkit pulang. Rasulullah pun bangkit bersamanya mengantar sampai ketika di pintu masjid di dekat pintu rumah Ummu Salamah, lewatlah dua orang Anshor, lalu keduanya memberi salam kepada Nabi dan beliau berkata kepada keduanya: “Perlahan, sesungguhnya dia adalah Shofiyah bintu Huyaiy. Lalu keduanya berkata: “Subhanallah, wahai Rasululloh” dan keduanya menganggap hal yang besar. (Bukhori)

6. Wanita boleh beri’tikaf dimasjid selama aman dari fitnah, dengan dalil:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ

“Nabi beri’tikaf di sepuluh akhir dari romadhon sampai wafat kemudian istri-istri beliau beri’tikaf setelahnya.” (Bukhori 1886)

Demikianlah sedikit pembahasan tentang I’tikaf yang dilakukan pada sepuluh hari terakhir dari romadhon.

ZAKAT FITHROH

Zakat fithroh merupakan zakat yang disyari’atkan dalam islam berupa satu sho’ dari makanan yang dikeluarkan seorang muslim di akhir Romadhon, dalam rangka menampakkan rasa syukur atas nikmat-nikmat Allah dalam berbuka dari Romadhon dan penyempurnaannya, oleh karena itu dinamakan shodaqoh fithroh atau zakat fithroh. (lihat Fatawa Romadhon, 2/901)

Hukumnya

Zakat fiithroh merupakan salah satu dari kewajiban-kewajiban yang dibebani kepada kaum muslimin dan diwajbkan untuk dikeluarkan oleh seorang muslim baik laki-laki atau perempuan, besar, kecil, budak atau merdeka.

Dalilnya adalah:

a. Hadits Ibnu Umar:

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَالْأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ

“Rasulullah telah mewajibkan zakat fithroh satu sho’ dari korma atau satu sho’ dari gandum atas hamba sahaya, orang merdeka, perempuan, laki-laki dan anak kecil dan besar, dan memerintahkan untuk menunaikannya sebelum keluarnya manusia menuju sholat.”

b. Hadits Abi Said Al Khudry:

كُنَّا نُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ طَعَامٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ أَقِطٍ أَوْ صَاعًا مِنْ زَبِيبٍ

“Kami dahulu pada zaman Nabi memberikanya (zakat fithroh) satu sho’ dari makanan atau satu sho’ dari gandum atau satu sho’ korma atau satu sho’ dari tepung atau kismis (anggur kering).”

c. Perkataan Said bin Musayyab dan Umar bin Abdul Aziz dalam menafsirkan firman Allah:

قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى

“Sungguh beruntung orang yang mensucikan dirinya.” (QS. Al A’la:14) dengan zakat fithroh.

e. Ijma’ yang dinukil Ibnbu Qudamah dari Ibnul Munzir, beliau berkata: “Telah bersepakat setiap ahli ilmu bahwa zakat fithroh adalah wajib.” (lihat Al Mughny 3/80)

Hikmahnya

Zakat fithroh memiliki hikmah yang banyak, diantaranya:

  1. Dia merupakan zakat untuk tubuh yang telah diberikan kehidupan tahun tersebut.
  2. Terdapat padanya kemudahan-kemudahan terhadap kaum muslimin baik yang kaya maupun yang miskin.
  3. Dia merupakan ungkapan syukur atas nikmat Allah yang dilimpahkan kepada orang yang berpuasa.
  4. Dengannya sempurna kebahagiaan kaum muslimin pada hari ied dan dapat menutupi kekurangan-kekurangan yang terjadi pada bulan Romadhon.
  5. Dia menjadi makanan bagi para fakir miskin, dan pembersih bagi orang yang berpuasa dari hal-hal yang mengurangi kesempurnaannya pada bulan Romadhon. (lihat Fatawa Romadhon 2/909-911) dengan dalil sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
    فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ.

    “Rasulullah telah mewajibkan zakat fithroh sebagai pembersih orang yang berpuasa dari kesia-siaan dan kejelekan serta memberi makan orang yang miskin.” (HR Abu Daud,Ibnu Majah, Ad Daruquthny, Al Hakim dan Al Baihaqy, dan dishasankan oleh Imam An Nawawy dalam Al Majmu’ (6/126), Ibnu Qudamah dalam Al Mughny (3/50) dan Syeikh Muhammad Nashiruddin Al Albany dalam Irwa’ Al Gholil (3/333))

Jenis yang Boleh Dikeluarkan untuk Zakat Fithroh dan yang Berhak Menerima

Jenis yang dibolehkan dalam pengeluaran zakat fithroh adalah semua makanan pokok penduduk negeri tersebut dengan kesepakatan para ulama pada jenis-jenis yang ada dalam Nash hadits, dan yang berhak menerima adalah fakir miskin saja.

Berkata Ibnu Taimiyah: “Sesungguhnya asal dalam shodaqoh, bahwasanya diwajibkan atas dasar persamaan terhadap para orang faqir, sebagaimana firman Allah:

مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ أَهْلِيْكُمْ

“Dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu.” (5: 89)

Dan Nabi telah mewajibkan zakat fithroh satu sho’ dari korma atau gandum, karena itulah makanan pokok penduduk Madinah, dan seandainya itu bukan makanan pokoknya, bahkan makan makanan pokok yang lainnya, maka beliau tidak membebani mereka untuk mengeluarkan dari makanan yang bukan merupakan makanan pokok mereka, sebagaimana tidak memerintahkan dengan hal itu dalan kafarot. Dan shodaqoh fithroh termasuk dari jenis kafarot, karena hal ini (zakat fithroh) berhubungan dengan badan dan ini (kafarot) juga berhubungan dengan badan, berbeda dengan shodaqoh harta (mal), karena dia diwajibkan dengan sebab harta dari jenis yang Allah telah berikan.”

Ukuran Zakat Fithroh

Sebagaimana ada dalam hadits-hadits terdahulu bahwa ukuran yang dikeluarkan adalah 1 sho’ yang setara kurang lebih 3 kg beras, menurut hitungan Syeikh Ibnu Baz dan dipakai dalam Lajnah Daimah (lihat Fatawa Romadhon 2:915 dan 2 :926) (Lihat juga fatwa lajnah daimah no. 12572). Sedangkan menurut sebagian ulama setara dengan 2.275 Kg dan di Indonesia berlaku 2,5 kg.

Waktu Mengeluarkannya

Waktu mengeluarkannya yang utama adalah sebelum manusia keluar menuju sholat Ied dan boleh dipercepat satu atau dua hari sebelumnya sebagaimana yang dilakukan Ibnu Umar, dan tidak boleh setelah sholat Ied, dengan dalil hadits Ibnu Abbas (marfu’):

مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنْ الصَّدَقَاتِ.

“Maka barang siapa yang menunaikannya sebelum keluar manusia menuju sholat maka zakat terserbut diterima, dan barang siapa yang menunaikan setelah sholat maka dia adalah shodaqoh dari shodaqoh-shodaqoh.” (HR. Abi Daud)

IED (HARI RAYA)

Hal-Hal yang Berhubungan Dengan Ied (Hari Raya)

Setelah selesai bulan Romadhon dan selesailah puasa kaum muslimin, maka Allah tetapkan untuk kita semua satu hari raya. Hari raya kebahagian kaum muslimin setelah mengerahkan segala kekuatan dalam menunaikan ibadah puasa dan mengisi Romadhon dengan amalan ibadah yang sangat banyak. Agar kita semua dapat mensyukuri nikmat Allah. Sehingga Allah firmankan:

“Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. 2:185)

Demikianlah pada hari itu kita mengagungkan Allah dengan takbir dan tahmid. Akan tetapi banyak kaum muslimin yang belum mengerti hakikat pengagungan Allah tersebut. Sehingga mereka meramaikannya dengan menyulut mercon dan petasan.

Takbir Ied, Waktu dan Lafadznya

Dengan firman Allah diatas, disyariatkan kita bertakbir yang dikeraskan, akan tetapi tidak dengan berjamaah, seperti kita lihat di kebanyakan daerah di negeri kita.

Takbir Ied Fitri diawali ketika keluar ke Mushola (lapangan tempat sholat ied) sampai selesai sholat, sebagaimana diriwayatkan dalam hadits:

كَانَ يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ فَيُكَبِّرُ حَتَّى يَأْتِيَ الْمُصَلَّى وَحَتَّى يَقْضِيَ الصَّلاَةَ فَإِذَا قَضِيَ الصَّلاَةَ قَطَعَ التَّكْبِيْرَ

“Beliau keluar pada hari raya fitri lalu bertakbir sampai ke Mushola dan sampai menunaikan sholat. Setelah beliau sholat beliau menghentiikan takbirnya.” (diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dan dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ahadits Shohihah no. 170)

Belum didapatkan lafadz takbir dalam sunnah Rasululloh, akan tetapi terdapat lafadz takbir yang digunakan para sahabat dalam ied, yaitu:

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لا َإِلَهَ إِلاَّ الله وَاللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَهِ الْحَمْدُ

اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلَهِ الْحَمْدُ اللهُ أَكْبَرُ وَأَجَلُ الله أَكْبَرُ عَلَى مَا هَدَانَا

Demikianlah makalah ini dibuat mudah-mudahan bermanfaat.

***

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel www.muslim.or.id

0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.