Minggu, 14 Juni 2009 11:22 WIB
TEMPO Interaktif, Jakarta: Presiden Amerika Serikat Barack Hussein
Obama pada Kamis dua pekan silam melawat ke Timur Tengah. Dalam
kunjungannya di Mesir, Obama mengajak umat di seluruh dunia berdamai
dan membuka hubungan baru dengan Amerika. Bahkan ia berulang kali
mengatakan perdamaian di Timur Tengah merupakan agenda utamanya.
Apakah ini pertanda opini Amerika terhadap Islam, yang kerap dikaitkan
dengan kekerasan, telah berubah? ";Saya senang masyarakat Amerika
Serikat sekarang tahu bahwa Islam bukan agama kekerasan"t; kata Syekh
Hisham Kabbani, pemimpin Dewan Islam Amerika Serikat dan Sufi Muslim
Council di sana.
Syekh Hisham, yang juga merupakan guru spiritual Tarekat
Naqshbandi-Haqqani, pada akhir Mei dan awal Juni lalu mengunjungi
Indonesia. Selama di Jakarta, dia menemui pengikutnya. Saat menggelar
ceramah di Masjid Istiqlal, ia bertemu dengan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. Ia juga sempat bertemu dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
"Saya bukan politikus dan datang bukan untuk (memberikan) dukungan
politik,"; katanya. Lahir di Libanon, 64 tahun silam, Syekh Hisham
banyak berdakwah tentang Islam dari sudut pandang cinta, toleransi,
perdamaian, dan saling menghormati. Ia mengembangkan ajaran sufi
Naqshbandi-Haqqani di Amerika, Eropa, Timur Jauh, dan Timur Tengah.
Ia kerap mendampingi guru sekaligus mertuanya, Syekh Muhammad Nazim
al-Haqqani, ulama besar sufi yang merupakan tokoh Tarekat
Naqshbandi-Haqqani tersohor dan paling dihormati pada saat ini. Syekh
Hisham mengaku berguru kepada Al-Haqqani selama lebih dari 50 tahun
masa hidupnya. Namun, ia sendiri adalah seorang dokter, ahli kimia,
dan pakar hukum Islam.
Pada 1991, atas nasihat Al-Haqqani, Syekh Hisham pindah ke Amerika dan
mendirikan cabang Tarekat Naqshbandi-Haqqani. Ia berhasil
mengembangkan tarekat itu hingga memiliki 13 pusat pembelajaran. Dia
juga mengajar sufi di University of Chicago, Columbia University, dan
University of California, Berkeley.
Cita-citanya mewujudkan Islam yang damai di seantero dunia.
Lantaran itu, ia mendukung inisiatif perdamaian di Timur Tengah,
Bosnia, Kashmir, Afganistan, dan Kosovo. ";Islam itu agama yang
mengusung perdamaian karena Islam itu damai,"; ujarnya.
Di sela-sela pertemuan dengan para pengikutnya--ditaksir di Indonesia
ada lebih dari 10 ribu orang--dua pekan silam, Syekh Hisham menjawab
pertanyaan Andree Priyanto dari Tempo seputar proses perdamaian yang
tengah diusung Amerika Serikat saat ini. Lalu apa pula nasihatnya
kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono? Berikut ini petikannya.
Apa tujuan Anda datang ke Indonesia?
Setiap tahun saya datang ke sini (Jakarta). Tujuannya bertemu dengan
teman-teman dan komunitas muslim. Mengajar di sana dan sini. Bertemu
dengan habib untuk membahas maulid Nabi. Hanya itu, lalu pulang. (Ia
lebih dulu ke Malaysia dan Singapura sebelum akhirnya ke Indonesia.
Belakangan, ia juga kerap ke Melbourne, Australia.)
Sejak kapan Anda mengunjungi Indonesia?
Sejak sebelum Anda lahir (tertawa). Sejak 1996.
Dalam sebuah forum terbuka Departemen Luar Negeri pada 1999, Anda
pernah menyampaikan makalah bertajuk ";Islamic Extremism: A Viable
Threat to US National Security";, yang menuai banyak kritik dari
kelompok Islam di Amerika, termasuk Islamic Society of North America,
CAIR, dan ICNA. Tanggapan Anda?
Saya tidak pernah bilang umat Islam itu ekstremis. Itu salah. Apa yang
saya katakan, beberapa orang Islam yang tidak sekolah, mereka
menerjemahkan beberapa hadis Nabi dan tafsir Al-Quran dengan cara yang
berbeda, yang membuat mereka keliru dalam bertindak, dan membuat Islam
serta umat Islam jadi sasaran serangan (kemarahan). Kita mestinya
memberikan gambaran yang baik atas Islam dan umat Islam. Jadi itulah
mengapa Barat dan Eropa tidak tahu bahwa Islam adalah agama yang
mengusung perdamaian karena Islam itu damai. Islam adalah Islam. Jadi
kita nggak boleh salah menerjemahkannya.
Jadi nilai-nilai bahwa umat Islam punya moral yang bagus sebagaimana
diusung Islam disebutkan di dalam hadis dan Al-Quran, tak ada di buku
mana pun. Jadi Islam itu besar dan mengajarkan agama Islam itu baik.
Mengajarkan bahwa sarjana dan habib di negeri ini baik. Saya
menghargai apa yang (Tarekat) kami sudah lakukan. Andaikata ada
segelintir orang di negeri ini, atau di negara lain, di Timur Tengah,
atau di mana pun juga, yang mengatasnamakan Islam memberikan
pernyataan yang salah, di situlah masalahnya.
Apa yang Anda dan kelompok Anda lakukan kalau ada kelompok-kelompok seperti itu?
Kami mencoba bicara dengan umat Islam di tingkat akar rumput. Kami
datangi mereka, rumah mereka, sekolah mereka, dan di sini (Indonesia)
kami berkunjung ke luar Jakarta. Kami bicara dengan mereka secara
langsung. Saya lihat mereka begitu damai dan mencintai perdamaian.
Mereka memperhatikan keluarga mereka meskipun kehidupan mereka papa
dan membutuhkan bantuan dari Departemen Sosial. Kami ambil gambar ini
dan akan kami tunjukkan kepada Barat bahwa inilah umat Islam yang
sesungguhnya. Umat Islam macam inilah yang semestinya didengar, bukan
satu atau segelintir orang yang (bilang) ini salah, itu salah. Anda
harus dengar orang yang tepat. Kalau Anda dengar orang yang benar,
melihat orang yang benar, Anda akan mendapatkan gambaran Islam yang
benar.
Jadi ini masalahnya pendidikan?
Kami memberikan pendidikan. Karena Allah SWT bersabda dalam Al-Quran:
";Bacalah atas nama Allah!"t; Itu artinya pendidikan. Nabi Muhammad
SAW juga mengatakan ;"Belajarlah! Kalau perlu hingga ke negeri Cina.";
Jadi belajarlah dan raihlah ilmu pengetahuan setinggi mungkin kendati
sulit dan teruslah belajar agar tahu yang terbaik tentang Islam.
Jangan salah pikir tentang Islam karena pesan Islam jelas: mengajari
umatnya agar hidup harmonis dan toleran terhadap sesama manusia.
Bagaimana dengan sejumlah kelompok yang atas nama Islam membuat
keonaran, seperti di Indonesia, misalnya?
Saya tidak pada tempatnya untuk mengkritik kelompok lain. Saya tak
suka mengkritik orang atau kelompok lain. Setiap orang bertanggung
jawab atas apa yang telah dikerjakannya. Begitupun kami bertanggung
jawab atas apa yang kami kerjakan. Mereka punya cara, kami pun punya
cara sendiri. Ada yang tertarik pada kami, silakan datang dan belajar.
Kami banyak menyembuhkan orang-orang yang kecanduan narkoba,
menyelamatkan dari kelompok-kelompok kriminal, kami kembalikan mereka
ke kehidupan yang normal. Inilah tugas kami. Kami tak melihat apa yang
mereka katakan dari kacamata ideologi. Kami jauhi itu, itu bukan
tanggung jawab kami. Kami bukan politikus, (masalah ideologi) ini
bukan proporsi kami.
Apa yang Anda ketahui tentang komunitas Islam di Indonesia?
Apa yang pernah saya lihat di sini (Indonesia) maupun di dunia, mereka
mencintai Allah dan Nabi. Mereka datang dalam jumlah ribuan, bahkan
ratusan ribu, untuk mendengarkan dan menjadi bagian dari perkumpulan
kami. Mereka orang-orang yang menyenangkan.
Saya pernah dengar bahwa Anda berhasil meyakinkan Gedung Putih
sehingga Idul Fitri dirayakan sebagaimana agama lain?
Benar. Setiap tahun, sejak masa pemerintahan Presiden Bill Clinton,
Gedung Putih mengundang umat Islam untuk merayakan Idul Fitri, tak
persis pada hari Lebaran, tapi biasanya pada bulan Ramadan untuk makan
malam bersama. Departemen Luar Negeri juga menggelar acara serupa
sampai saat ini.
Menurut Anda, seperti apa pandangan Amerika Serikat terhadap Islam
dewasa ini, dan sejauh mana perkembangan Islam di masa Presiden Obama?
Kami senang masyarakat Amerika Serikat sekarang tahu bahwa Islam bukan
agama kekerasan. Lupakan soal pertumbuhan. Anda pikir Islam tumbuh dan
berkembang di negara muslim? Di sana banyak sekali masalah. Kami tak
memusingkan soal pertumbuhan.
Bagi kami, yang terpenting warga Amerika memahami bahwa Islam adalah
agama yang damai. Kami ingin di Amerika Serikat sesama umat beragama
hidup berdampingan secara damai. Kami berharap situasi seperti ini
terus-menerus membaik karena sekarang warga, presiden, dan pejabat
pemerintah mencoba memahami bahwa Islam tak ada kaitannya dengan
kekerasan.
Mereka kini mencoba mengesampingkan pikiran seperti itu. Karena itulah
Presiden Obama membuka diri terhadap kaum muslim di dunia. Saya rasa
kunjungan beliau ke Mesir untuk tujuan itu.
Anda optimistis di bawah Presiden Obama hubungan Amerika Serikat
dengan negara-negara muslim bakal membaik?
Insya Allah, insya Allah. Dia ke Turki, dia mengunjungi sejumlah
masjid di sana. Isi pidatonya sangat baik. Apa pun pernyataan yang dia
katakan, coba mengesampingkan klaim-klaim buruk terhadap Islam. Dan
coba memfokuskan pada masalah salah tafsir (atas Islam).
Presiden Obama meminta nasihat Anda?
Belum. Sekalipun kami memiliki orang-orang di kelompok kami yang
bekerja amat dekat dengan Presiden Obama, saya belum bertemu. Saya
berharap bisa bertemu, tapi saya tahu untuk saat ini pasti beliau
sibuk sekali.
Kira-kira nasihat apa yang akan Anda berikan kepada Obama?
Saya pikir dia tak membutuhkan banyak nasihat. Dia orang yang baik.
Dia mencoba yang terbaik. Tapi, kalau saya diminta memberikan opini,
saya hanya akan bilang bahwa Islam tak ada kaitannya dengan segala
bentuk kekerasan di dunia, dan saya rasa dia mengerti hal itu. Kalau
beliau meminta nasihat saya, hemat saya, tak lebih dari itu yang bisa
saya berikan.
Apa harapan Anda terhadap perdamaian di Timur Tengah?
Saya harap ini akan beres. Perdamaian akan datang. Negosiasi
berlanjut. Kami mendukung apa pun yang terkait dengan perdamaian, masa
depan yang baik. Inilah pesan kami.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah mengatakan bahwa ia kerap
meminta nasihat kepada Anda, nasihat macam apa sih yang Anda berikan?
(Tertawa) Ini antara saya dan beliau (keduanya berkenalan sewaktu
Yudhoyono masih menjabat menteri di era Presiden Megawati. Mereka
bertemu di Washington, DC). Tidak, saya tidak bisa katakan kepada
Anda. Saya selalu katakan kepada beliau. Jangan jadi seorang presiden,
tapi jadilah seorang warga negara. Artinya, perlakukan setiap orang
layaknya sebagaimana beliau memperlakukan dirinya sendiri.
Beliau rendah hati karena beliau sebagai presiden sebuah negara dengan
jumlah penduduk muslim terbesar di dunia mau mendengarkan saya. Dia
tahu saya bukan politikus dan datang bukan untuk (memberi) dukungan
politik. Saya netral. Saya tak menganjurkan untuk memilih ini atau
itu. Itu sebabnya, beliau senang berbicara kepada saya.
Adapun yang menjadi perhatian kami bukan soal siapa yang menang karena
pemilihan presiden ini menyangkut demokrasi. Tapi (mengutip ucapan
Nabi Muhammad SAW) cintailah saudaramu sebagaimana engkau mencintai
dirimu sendiri. Artinya, jangan merasa lebih tinggi daripada yang
lain, ini dalam dunia spiritual.
Kalau Anda ingin jadi presiden, jadilah presiden. Tak ada masalah.
Jadi wakil presiden, atau apa pun yang Anda inginkan. Tapi berlakulah
seperti Nabi Muhammad SAW: mengangkat karung dengan pundaknya sendiri
meskipun ia seorang nabi, dan berjalan dari rumah ke rumah pada malam
hari untuk mengantarkan penganan bagi kaum miskin dan orang-orang
kelaparan. Jadilah seperti itu, inilah yang paling penting. Tentu
menjadi presiden, wakil presiden, atau menteri merupakan hal yang
bagus. Tapi, ketika Anda datang mengunjungi masyarakat akar rumput,
jadilah seperti mereka. Tunjukkan bahwa Anda bagian dari mereka, bahwa
Anda peduli terhadap mereka sebagaimana mereka juga peduli terhadap
Anda.
Apa pesan Anda kepada umat Islam pengikut tarekat Anda?
Senantiasa patuh kepada Allah SWT dan aturan pemerintah di mana pun
kita berada. Ikuti. Kita ini moderat dan jangan biarkan orang lain
menyeret-nyeret kita ke kancah politik karena itu bukan urusan kita.
Urusan kita adalah bagaimana membantu orang-orang yang tersesat
kembali ke kehidupan yang normal. Kecanduan narkoba, kriminalitas,
tunawisma. Membantu memberikan pendidikan, inilah yang kelompok kami
lakukan.
Syekh Muhammad Hisham Kabbani
Lahir: Libanon, 28 Januari 1945
Pendidikan:
-Sarjana Kimia (American University of Beirut)
-Master Kedokteran (Universiteit Louvain, Belgia)
-Hukum Islam (University of Damascus)
Pekerjaan:
Guru spiritual Tarekat Sufi Naqshbandi-Haqqani
Jabatan lain:
-Ketua Islamic Supreme Council of America
-Ketua Sufi Muslim Council
Istri: Naziha Adil, dengan tiga putra dan satu putri
SUMBER : Tempo
Senin, 15 Juni 2009
0 komentar:
Posting Komentar