Penegakan Syari'at Islam ala FPI
Kekesaran dengan kemasan Penegakan Syari'at Islam yang dilakukan oleh FPI telah berhasil dengan sukses menampakkan wajah Islam yang garang dan haus darah. Apakah dengan cara demikian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mengajarkan umatnya ber-amar ma'ruf nahi mungkar?
Silahkan download artikelnya: Keras Ala FPI



Keempat: Metode dan cara beramar ma’ruf dan nahi mungkar terhadap penguasa atau pemimpin
Penguasa, pemerintah atau hakim adalah manusia biasa dan tidak ma’shum dari dosa, bisa benar, baik dan berlaku adil dan bisa juga bersalah dan berbuat zalim sebagaimana halnya manusia biasa, akan tetapi tidak semua orang berhak untuk mengingkari kemungkaran yang muncul dari penguasa dan tidak pula semua cara yang bisa digunakan dalam hal ini, oleh karena itu agama Islam -agama yang sempurna dan universal- telah menjelaskan metode dan cara yang digunakan untuk bernahi mungkar terhadap penguasa, jikalau metode ini tidak diindahkan dan digunakan dalam hal ini niscaya akan menimbulkan bermacam bentuk fitnah dan kerusakan yang sangat besar, berupa hilangnya keamanan dan kestabilan suatu negara, kehormatan dan martabat diri, darah yang bertumpahan dan nyawa yang melayang dll, dan sejarah perjalanan umat ini merupakan saksi nyata terhadap apa yang saya kemukakan.

Syaikhul Islam berkata, “Hampir tidak dikenal suatu golongan pun yang khuruj (angkat senjata dan kudeta) menghadapi penguasa kecuali kerusakan yang disebabkan oleh perbuatan mereka lebih besar dari kemungkaran yang dihapuskan.” (Minhaajussunnah, 3/390)
Imam Ibnu Qayyim berkata, “Barang siapa yang memperhatikan fitnah baik besar atau kecil yang menimpa Islam, niscaya ia akan mengetahui bahwa penyebabnya adalah tidak mengindahkan prinsip ini (tidak boleh kudeta dan angkat senjata terhadap penguasa) dan tidak sabar terhadap kemungkaran yang ingin dihapuskan, sehingga menyebabkan kemungkaran yang lebih besar.” (I’laamul Muwaqqi’iin, 3/4)
Adapun metode yang digunakan dalam mengingkari kemungkaran yang dilakukan oleh penguasa atau pemerintah ada dua:
Pertama: Tidak boleh menggunakan kekerasan dan senjata.
قال الإمام ابن النحاس (ت 814هت) في “تنبيه الغافلين” (ص 42) : ليس لأحد منعه بالقهر باليد، ولا أن يشهر عليه سلاحا، أو يجمع عليه أعوانا، لأن في ذلك تحريكا للفتن، وتهييجا للشر، وإذهابا لهيبة السلطان من قلوب الرعية، وربما أدى ذلك إلى تجريهم على الخروج عليه، وتخريب البلاد، وغير ذلك مما لا يخفى
Imam Ibnu Nahas berkata: “Tidak boleh bagi seorang pun melarang penguasa dengan menggunakan kekerasan dan tangan serta tidak boleh angkat senjata, atau mengumpulkan masa, karena yang demikian itu menyebabkan fitnah dan menimbulkan kejahatan (kerusakan) serta hilangnya wibawa seorang pemimpin di hati masyarakat, dan terkadang bisa menyebabkan keberanian mereka untuk khuruj (kudeta) terhadapnya, dan rusak (hancur) nya suatu Negara, dan kerusakan lain yang nyata (tidak di pungkiri).”
Apa yang dikemukakan oleh Imam Ibnu An Nahhas di atas merupakan manhaj Ahlus Sunnah dalam mengingkari kemungkaran para penguasa, hal ini sesuai dengan apa yang dianjurkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang wajibnya memberikan nasihat kepada para pemimpin dan larangan untuk kudeta dan angkat senjata terhadap penguasa yang zalim, dan sesuai dengan apa yang dikatakan dan dipraktekkan oleh para ulama salafush sholeh.
عن أبي البختري قال: قيل لحذيفة: (ألا نأمر بالمعروف وننهى عن المنكر) قال: (إنه لحسن ولكن ليس من السنة أن ترفع السلاح على إمامك). رواه ابن أبي شيبة في مصنفه 7/508، رقم (37613) ونعيم بن حماد في الفتن 1/153، رقم: 388، وأبو عمرو الداني في السنن الواردة في الفتن 2/391، ، وابن عدي في الكامل 2/407. والبيهقي في شعب الإيمان 6/63
Dari Abu Al Bukhtury beliau berkata, dikatakan kepada Hudzaifah, “Tidakkah kita beramar ma’ruf dan nahi mungkar?” Beliau menjawab, “Ini sungguh sangat baik, tetapi bukanlah merupakan sunnah kamu mengangkat senjata (dalam beramar ma’ruf dan nahi mungkar) terhadap imam (penguasa atau pemerintah)mu.”
قال الحسن البصرى -رحمه الله تعالى- عندما خرج خارجي بالبصرة: (المسكين رأى منكرا، فأنكره، فوقع فيما هو أنكر منه). أخرجه الآجري في الشريعة 1/345 رقم: 48
Imam Hasan Al Bashri -rahimahullah- berkata, tatkala keluar salah seorang Khawarij di Bashrah-: “Miskin (kasihan)!!, ia melihat suatu kemungkaran, lalu mengingkarinya (dengan kekerasan), maka ia terjerumus ke dalam kemungkaran yang lebih besar.”
Kedua: Menasehati penguasa atau pemimpin dengan sembunyi.
قال الإمام ابن النحاس (ت 814هـ) في “تنبيه الغافلين” (ص 55) :(ويختار الكلام مع السلطان في الخلوة على الكلام معه على رؤوس الأشهاد، بل يود لو كلمه سرا ونصحه خفية من غير ثالث لهما).
Imam Ibnu An Nahhas berkata, “Dan ia memilih pembicaraan bersama penguasa di tempat yang tersembunyi dari pembicaraan di hadapan orang banyak, bahkan ia menginginkan kalau bisa berbicara dan menasihatinya dalam keadaan tersembunyi tanpa ada orang ketiga.”
وقال الإمام الشوكاني: (ولكنه ينبغي لمن ظهر له غلط الإمام في بعض المسائل أن يناصحه ولا يظهر الشناعة عليه على رؤوس الأشهاد) السيل الجرار 4/556
Imam Asy Syaukani berkata, “Akan tetapi mesti bagi orang yang melihat kesalahan imam dalam sebagian masalah agar menasihatinya, dan jangan memperlihatkan pengingkaran kepadanya di hadapan orang banyak.”
Apa yang dekemukakan oleh dua imam di atas sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan nasihat para salafus sholeh:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: (من أراد أن ينصح لسلطان بأمر فلا يبد له علانية ولكن ليأخذ بيده فيخلو به، فإن قبل منه فذاك، وإلا كان قد أدى الذي عليه له). رواه أحمد في مسنده 3/403
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang ingin menasihati pemimpin dalam suatu urusan maka jangan ia perlihatkan secara terang-terangan, akan tetapi hendaklah ia memegang tangan dan membawanya menyendiri, jika dia menerima nasihatnya itulah yang diharapkan, dan jika tidak, ia telah menyampaikan apa yang wajib atasnya.”
عن سعيد ابن جمهان، أنه جاء إلى عبد الله بن أبي أوفى -رضي الله عنه- وهو محجوب البصر فسلم عليه، فقال: من أنت؟ قال أنا سعيد بن جمهان، قال: (إن السلطان يظلم الناس ويفعل بهم ويفعل بهم قال: فتناول يدي فغمزها غمزة شديدة ثم قال: ويحك يا ابن جمهان، عليك بالسواد الأعظم -مرتين- إن كان السلطان يسمع منك فأته في بيته فأخبره بما تعلم فإن قبل منك وإلا فدعه فإنك لست بأعلم منه) رواه أحمد في المسند 4/382 وذكره الهيثمي في المجمع وعزاه لأحمد والطبراني وقال: (ورجال أحمد ثقات).
Dari Sa’id Bin Jamhan, bahwa ia datang kepada Abdullah Bin Abi Aufa -radhiyallahu anhu- dalam keadaan ia tidak melihat kemudian mengucapkan salam kepadanya, lalu beliau menjawab sambil bertanya, “Anda siapa?” Dia menjawab, “Saya Sa’id Bin Jamhan” dan ia berkata, “Pemerintah telah berbuat zalim kepada masyarakat, ia melakukan kedzaliman terhadap mereka,” lalu ia memegang tanganku dan mencubitnya dengan kuat, kemudian berkata, “Celaka kamu wahai Ibnu Jamhan, berpeganglah kamu dengan sawadul a’zham (jama’ah yang banyak) -dia katakan dua kali-, jika pemerintah mendengar nasihatmu maka datangi ke rumahnya dan sampaikan kepadanya apa yang kamu ketahui, jika ia menerima nasihatmu (itu yang diharapkan), jika tidak, tinggalkan dia, karena kamu belum tentu lebih tahu daripadanya.”
وعن أسامة بن زيد -رضي الله عنه- أنه قيل له: ألا تدخل على عثمان فتكلمه؟ فقال: أترون أني لا أكلمه إلا أسمعكم، والله لقد كلمته فيما بيني وبينه ما دون أن أفتتح أمرا لا أحب أن أكون أول من فتحه) رواه البخاري [6/330 -فتح الباري] رقم: 6685 ومسلم (رقم: 2989)، واللفظ لمسلم.
Dari Usamah Bin Zaid -radhiyallahu anhu- dikatakan kepada beliau, “Apakah kamu tidak masuk (menemui) Utsman dan berbicara dengannya (menasihatinya)?” Beliau menjawab, “Apakah kalian menyangka saya tidak berbicara kepadanya (menasihatinya) kecuali harus saya beritahu kalian, demi Allah sungguh saya telah berbicara dengannya secara empat mata, tanpa membuka permasalahan yang saya tidak ingin menjadi orang yang paling pertama membukanya.”
قال الشيخ الألباني رحمه الله في تعليقه على “مختصر صحيح مسلم” ص 330 : (يعنى المجاهرة بالإنكار على الأمراء في الملأ، لأن في الإنكار جهارا ما يخشى عاقبته، كما اتفق في الإنكار على عثمان جهارا إذ نشأ عنه قتله)اهـ.
Syekh Albani -rahimahullah- mengomentari hadits di atas sambil berkata, “Maksudnya terang- terangan dalam mengingkari (kesalahan) para pemimpin di hadapan orang banyak, karena mengingkari secara terang-terangan (menyebabkan) apa yang ditakutkan akibatnya, sebagaimana yang terjadi dalam pengingkaran terhadap Utsman secara terang-terangan, yang menyebabkan terbunuhnya beliau.” (Mukhtashar Shahih Muslim hal. 330)
Setelah dijelaskan metode Ahlus sunnah dalam mengingkari kemungkaran baik yang muncul dari masyarakat umum atau dari penguasa atau pemimpin, ada baiknya di akhir lembaran ini disebutkan sebagian metode yang salah yang bertentangan dengan nash-nash syar’i dan prinsip-prinsip Ahlussunnah Wal jama’ah dan manhaj salaf dalam mengingkari kemungkaran, di antaranya:
1. Angkat senjata, kudeta dan provokasi untuk melawan pemerintah.
2. Melakukan demonstrasi yang merupakan metode yang paling disukai oleh mayoritas manusia di zaman sekarang ini, sementara ini adalah metode yang dicetuskan oleh orang-orang Yahudi.
3. Dengan membeberkan kesalahan pemerintah di depan masyarakat umum, atau lewat media massa.
4. Dengan menggunakan kekerasan dan main hakim sendiri.
5. Sengaja memata-matai suatu kemungkaran yang tersembunyi untuk diingkari.
6. Mengingkari kemungkaran yang menyebabkan munculnya kemungkaran yang lebih besar.
7. dll.
Demikian yang bisa disampaikan dalam lembaran yang sederhana ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi penulis dan para pembaca, jika didapatkan di dalamnya kebenaran ini semata mata taufik dari Allah Ta’ala dan jika didapatkan kesalahan dan kekeliruan ini semata-mata dari diri saya sendiri, saya istighfar dan taubat kepada Allah dan sangat mengharapkan nasihat dan saran dari para pembaca.
الحمد لله بنعمته تتم الصالحات، وصلى الله وسلم على نبيا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين.
Muhammad Nur Ihsan
Madinah An-Nabawiyah
18/4/ 1426 H. / 26 May 2005 M
***
Penulis: Ustadz Muhammad Nur Ihsan, M.A.
(Mahasiswa S3 Universitas Islam Madinah, KSA)
Artikel www.muslim.or.id


0 komentar:

Agenda Harian

Semoga kita senantiasa terpacu untuk mengukir prestasi amal yang akan memperberat timbangan kebaikan di yaumil akhir, berikut rangkaian yang bisa dilakukan

1. Agenda pada sepertiga malam akhir

a. Menunaikan shalat tahajjud dengan memanjangkan waktu pada saat ruku’ dan sujud di dalamnya,

b. Menunaikan shalat witir

c. Duduk untuk berdoa dan memohon ampun kepada Allah hingga azan subuh

Rasulullah saw bersabda:

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ

“Sesungguhnya Allah SWT selalu turun pada setiap malam menuju langit dunia saat 1/3 malam terakhir, dan Dia berkata: “Barangsiapa yang berdoa kepada-Ku maka akan Aku kabulkan, dan barangsiapa yang meminta kepada-Ku maka akan Aku berikan, dan barangsiapa yang memohon ampun kepada-Ku maka akan Aku ampuni”. (HR. Bukhari Muslim)


2. Agenda Setelah Terbit Fajar

a. Menjawab seruan azan untuk shalat subuh

” الَّلهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيْلَةَ وَالْفَضِيْلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُوْدًا الَّذِي وَعَدْتَهُ “

“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, shalat yang telah dikumandangkan, berikanlah kepada Nabi Muhammad wasilah dan karunia, dan bangkitkanlah dia pada tempat yang terpuji seperti yang telah Engkau janjikan. (Ditashih oleh Al-Albani)

b. Menunaikan shalat sunnah fajar di rumah dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

رَكْعَتَا الْفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا

“Dua rakaat sunnah fajar lebih baik dari dunia dan segala isinya”. (Muslim)

وَ قَدْ قَرَأَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ فِي رَكْعَتَي الْفَجْرِ قُلْ يَا أَيُّهَا الْكَافِرُوْنَ وَقُلْ هُوَ اللهُ أَحَدَ

“Nabi saw pada dua rakaat sunnah fajar membaca surat “Qul ya ayyuhal kafirun” dan “Qul huwallahu ahad”.

c. Menunaikan shalat subuh berjamaah di masjid –khususnya- bagi laki-laki.

Rasulullah saw bersabda:

وَلَوْ يَعْلَمُوْنَ مَا فِي الْعَتْمَةِ وَالصُّبْحِ لأَتَوْهُمَا وَلَوْ حَبْوًا

“Sekiranya manusia tahu apa yang ada dalam kegelapan dan subuh maka mereka akan mendatanginya walau dalam keadaan tergopoh-gopoh” (Muttafaqun alaih)

بَشِّرِ الْمَشَّائِيْنَ فِي الظّلَمِ إِلَى الْمَسَاجِدِ بِالنُّوْرِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Berikanlah kabar gembira kepada para pejalan di kegelapan menuju masjid dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat”. (Tirmidzi dan ibnu Majah)

d. Menyibukkan diri dengan doa, dzikir atau tilawah Al-Quran hingga waktu iqamat shalat

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ لاَ يُرَدُّ بَيْنَ الأَذَانِ وَالإِقَامَةِ

“Doa antara adzan dan iqamat tidak akan ditolak” (Ahmad dan Tirmidzi dan Abu Daud)

e. Duduk di masjid bagi laki-laki /mushalla bagi wanita untuk berdzikir dan membaca dzikir waktu pagi

Dalam hadits nabi disebutkan:

كَانَ النَّبِيُّ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” إَذَا صَلَّى الْفَجْرَ تَرَبَّعَ فِي مَجْلِسِهِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ الْحَسَنَاءُ

” Nabi saw jika selesai shalat fajar duduk di tempat duduknya hingga terbit matahari yang ke kuning-kuningan”. (Muslim)

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran.

Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya waktu fajar itu disaksikan (malaikat). (Al-Isra : 78) Dan memiliki komitmen sesuai kemampuannya untuk selalu:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah lebih banyak dari itu semua, maka akan menuai kebaikan berlimpah insya Allah.

3. Menunaikan shalat Dhuha walau hanya dua rakaat

Rasulullah saw bersabda:

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلَامَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْيٌ عَنْ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنْ الضُّحَى

“Setiap ruas tulang tubuh manusia wajib dikeluarkan sedekahnya, setiap hari ketika matahari terbit. Mendamaikan antara dua orang yang berselisih adalah sedekah, menolong orang dengan membantunya menaiki kendaraan atau mengangkat kan barang ke atas kendaraannya adalah sedekah, kata-kata yang baik adalah sedekah, tiap-tiap langkahmu untuk mengerjakan shalat adalah sedekah, dan membersihkan rintangan dari jalan adalah sedekah”. (Bukhari dan Muslim)

4. Berangkat kerja atau belajar dengan berharap karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمِلِ يَدِهِ، وَكَانَ دَاوُدُ لا يَأْكُلُ إِلا مِنْ عَمِلِ يَدِهِ

“Tidaklah seseorang memakan makanan, lebih baik dari yang didapat oleh tangannya sendiri, dan bahwa nabi Daud makan dari hasil tangannya sendiri”. (Bukhari)

Dalam hadits lainnya nabi juga bersabda:

مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang berjalan dalam rangka mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga”. (Muslim)

d. Menyibukkan diri dengan dzikir sepanjang hari

Allah berfirman :

أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ

“Ketahuilah dengan berdzikir kepada Allah maka hati akan menjadi tenang” (Ra’ad : 28)

Rasulullah saw bersabda:

أَحَبُّ الأَعْمَالِ إِلَى اللهَ أَنْ تَمُوْتَ ولسانُك رَطْبٌ من ذِكْرِ الله

“Sebaik-baik perbuatan kepada Allah adalah saat engkau mati sementara lidahmu basah dari berdzikir kepada Allah” (Thabrani dan Ibnu Hibban) .

5. Agenda saat shalat Zhuhur

a. Menjawab azan untuk shalat Zhuhur, lalu menunaikan shalat Zhuhur berjamaah di Masjid khususnya bagi laki-laki

b. Menunaikan sunnah rawatib sebelum Zhuhur 4 rakaat dan 2 rakaat setelah Zhuhur

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ

“Barangsiapa yang shalat 12 rakaat pada siang dan malam hari maka Allah akan membangunkan baginya dengannya rumah di surga”. (Muslim).

6. Agenda saat dan setelah shalat Ashar

a. Menjawab azan untuk shalat Ashar, kemudian dilanjutkan dengan menunaikan shalat Ashar secara berjamaah di masjid

b. Mendengarkan nasihat di masjid (jika ada)

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يَعْلَمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حِجَّتُهُ

“Barangsiapa yang pergi ke masjid tidak menginginkan yang lain kecuali belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka baginya ganjaran haji secara sempurna”. (Thabrani – hasan shahih)

c. Istirahat sejenak dengan niat yang karena Allah

Rasulullah saw bersabda:

وَإِنَّ لِبَدَنِكَ عَلَيْكَ حَقٌّ

“Sesungguhnya bagi setiap tubuh atasmu ada haknya”.

Agenda prioritas:

Membaca Al-Quran dan berkomitmen semampunya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan, maka akan menuai kebaikan yang berlimpah insya Allah.

7. Agenda sebelum Maghrib

a. Memperhatikan urusan rumah tangga – melakukan mudzakarah – Menghafal Al-Quran

b. Mendengarkan ceramah, nasihat, khutbah, untaian hikmah atau dakwah melalui media

c. Menyibukkan diri dengan doa

Rasulullah saw bersabda:

الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ

“Doa adalah ibadah”

8. Agenda setelah terbenam matahari

a. Menjawab azan untuk shalat Maghrib

b. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid (khususnya bagi laki-laki)

c. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Maghrib – 2 rakaat

d. Membaca dzikir sore

e. Mempersiapkan diri untuk shalat Isya lalu melangkahkan kaki menuju masjid

Rasulullah saw bersabda:

مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ ثُمَّ مَشَى إِلَى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ لِيَقْضِيَ فَرِيضَةً مِنْ فَرَائِضِ اللَّهِ كَانَتْ خَطْوَتَاهُ إِحْدَاهُمَا تَحُطُّ خَطِيئَةً وَالْأُخْرَى تَرْفَعُ دَرَجَةً

“Barangsiapa yang bersuci/berwudhu kemudian berjalan menuju salah satu dari rumah-rumah Allah untuk menunaikan salah satu kewajiban dari kewajiban Allah, maka langkah-langkahnya akan menggugurkan kesalahan dan yang lainnya mengangkat derajatnya”. (Muslim)

9. Agenda pada waktu shalat Isya

a. Menjawab azan untuk shalat Isya kemudian menunaikan shalat Isya secara jamaah di masjid

b. Menunaikan shalat sunnah rawatib setelah Isya – 2 rakaat

c. Duduk bersama keluarga/melakukan silaturahim

d. Mendengarkan ceramah, nasihat dan untaian hikmah di Masjid

e. Dakwah melalui media atau lainnya

f. Melakukan mudzakarah

g. Menghafal Al-Quran

Agenda prioritas

Membaca Al-Quran dengan berkomitmen sesuai dengan kemampuannya untuk:

- Membaca ½ hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 1 kali

- Membaca 1 hizb dari Al-Quran untuk mendapatkan khatam Al-Quran sebanyak 2 kali

- Bagi yang mampu menambah sesuai kemampuan bacaan maka telah menuai kebaikan berlimpah insya Allah.


Apa yang kita jelaskan di sini merupakan contoh, sehingga tidak harus sama persis dengan yang kami sampaikan, kondisional tergantung masing-masing individu. Semoga ikhtiar ini bisa memandu kita untuk optimalisasi ibadah insya Allah. Allahu a’lam

Jazaakillah

Sedikit revisi dari : http://www.al-ikhwan.net/agenda-harian-ramadhan-menuju-bahagia-di-bulan-ramadhan-2989/

Isi Blog

Popular Posts

Diberdayakan oleh Blogger.